
Center of Economics and Law Studies (CELIOS) mengingatkan Bank Indonesia (BI) agar tetap menjaga independensi, terutama terkait pembagian beban bunga (burden sharing) dengan Kementerian Keuangan untuk mendukung program ekonomi kerakyatan dalam Astacita.
Bhima Yudhistira Direktur Eksekutif CELIOS dalam taklimat media di Jakarta, Kamis, mengatakan keputusan “burden sharing” perlu ditinjau dengan mempertimbangkan urgensi kesepakatan ini.
Pasalnya, “burden sharing” seharusnya diambil ketika perekonomian menghadapi krisis, seperti saat pandemi COVID-19. Sementara saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,12 persen pada kuartal II-2025.
“Kalau pertumbuhannya di atas 5 persen, berarti bukan dalam kondisi krisis,” kata Bhima seperti dilaporkan Antara.
Oleh karena itu, Bhima menyoroti urgensi intervensi moneter dalam kebijakan fiskal kali ini. “Independensi Bank Indonesia itu harga mati,” tambahnya.
Bhima khawatir keputusan ‘cetak uang’ BI bisa mempengaruhi tingkat inflasi, lantaran uang yang beredar lebih banyak tanpa didukung peningkatan permintaan masyarakat.
Beban fiskal yang dilimpahkan ke moneter juga dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas keuangan. Lebih jauh, dia menyinggung kemungkinan dampaknya merambat pada penurunan rating utang Indonesia.
Sebelumnya, Perry Warjiyo Gubernur BI menyampaikan “burden sharing” dengan Kemenkeu bertujuan menekan beban fiskal pemerintah sehingga bank sentral turut mendorong pendanaan program ekonomi kerakyatan menjadi lebih terjangkau.
Sebagai bagian dari kebijakan moneternya yang ekspansif, BI membeli Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder. Sebagian dana dari hasil pembelian SBN kemudian dialokasikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk program ekonomi kerakyatan, seperti perumahan rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
BI dan Kemenkeu telah sepakat membagi beban bunga SBN melalui mekanisme “burden sharing”, masing-masing menanggung setengah.
Perry mencontohkan, untuk pendanaan perumahan rakyat, beban efektif masing-masing pihak sebesar 2,9 persen. Sementara untuk Koperasi Desa Merah Putih, bunga efektifnya 2,15 persen.
Berdasarkan data terkini, Perry menyebutkan bahwa bank sentral telah membeli SBN dari pasar sekunder sekitar Rp200 triliun.
Langkah ini tetap dilakukan secara hati-hati dan prudent karena merupakan bagian dari kebijakan moneter ekspansif yang menambah likuiditas di sistem keuangan.
Intervensi BI melalui “burden sharing” pun dikatakan sejalan dengan peran BI sebagai pemegang kas Pemerintah sebagaimana Pasal 52 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK juncto Pasal 22 serta selaras dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.(ant/iss)