Rabu, 30 April 2025

Ekonom Tekankan Pentingnya Evaluasi Kebijakan Perdagangan untuk Jaga Hubungan Dagang dengan AS

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi petugas memeriksa kendaraan siap ekspor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (16/3/2022). Foto: Antara

Josua Pardede Kepala Ekonom Bank Permata mengatakan, Indonesia perlu mengevaluasi kebijakan perdagangannya terhadap Amerika Serikat (AS) untuk menjaga hubungan dagang yang saling menguntungkan antara kedua negara.

“Untuk menjaga hubungan dagang yang harmonis dan saling menguntungkan, Indonesia perlu mengevaluasi kebijakan perdagangan yang dianggap proteksionis, memperkuat transparansi dalam perizinan impor, serta berusaha mematuhi standar internasional terkait regulasi teknis dan kebijakan perdagangan secara umum,” ujarnya di Jakarta, Kamis (3/4/2025), dikutip Antara.

Donald Trump Presiden AS memasukkan Indonesia dalam daftar 58 negara yang dinilai menerapkan kebijakan penghambat perdagangan terhadap AS.

Beberapa kebijakan dan regulasi di Indonesia yang dianggap berpotensi menghambat perdagangan AS mencakup berbagai aspek mulai dari tarif, nontarif, hingga kebijakan investasi.

Josua menuturkan, dalam aspek tarif, AS secara khusus menyoroti kebijakan tarif Indonesia yang cenderung meningkat dalam satu dekade terakhir, terutama untuk produk-produk yang bersaing langsung dengan barang produksi lokal, seperti barang elektronik, produk kimia, kosmetik, obat-obatan, serta produk-produk pertanian.

Peningkatan tarif itu dianggap proteksionis, terutama karena tarifnya melampaui batas yang disepakati di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Misalnya, tarif untuk barang pertanian sebagian besar dipatok di atas 25 persen. Sedangkan beberapa produk industri seperti otomotif, besi, baja, dan produk kimia tertentu dikenai tarif di atas 35,5 persen atau bahkan tidak dibatasi sama sekali.

Selain tarif, lanjut Josua, kebijakan nontarif juga menjadi sorotan, terutama sistem perizinan impor yang dianggap kompleks dan tumpang tindih.

AS mengkritik sistem commodity balance yang diterapkan Indonesia karena cenderung menimbulkan ketidakpastian, terutama saat Pemerintah Indonesia tiba-tiba menambahkan komoditas-komoditas baru dalam daftar pembatasan impor tanpa konsultasi yang cukup dengan pelaku usaha.

Pembatasan itu mencakup produk-produk penting seperti gula, beras, daging, bawang putih, hingga buah-buahan seperti apel dan jeruk, yang menyebabkan kendala serius bagi eksportir AS dalam menembus pasar Indonesia.

Kebijakan lain yang menjadi perhatian adalah penerapan aturan halal yang mewajibkan sertifikasi halal untuk berbagai produk, mulai dari makanan hingga farmasi dan kosmetik.

AS berpendapat implementasi regulasi tersebut dilakukan tanpa notifikasi dan konsultasi yang memadai di WTO, menimbulkan hambatan teknis tambahan bagi eksportir AS.

Kemudian, aturan kepemilikan saham dalam sektor jasa keuangan juga dipandang sebagai hambatan signifikan, terutama pembatasan kepemilikan asing pada perusahaan pemrosesan pembayaran domestik dan lembaga pelaporan kredit swasta yang dikelola Bank Indonesia.

Menurut Josua, berbagai hambatan tersebut bila terus berlanjut atau diperketat, akan berdampak negatif terhadap hubungan perdagangan Indonesia dan AS.

AS kemungkinan besar akan melakukan langkah-langkah balasan yang bisa berupa pengenaan hambatan perdagangan serupa terhadap produk ekspor Indonesia ke AS, seperti produk tekstil, hasil pertanian, hingga elektronik.

Hal itu bisa memperlambat pertumbuhan ekspor Indonesia ke pasar AS yang cukup signifikan bagi perdagangan Indonesia. Dia menambahkan, dampak jangka panjang terhadap ekonomi Indonesia juga cukup serius.

Jika hambatan-hambatan perdagangan tersebut tetap ada atau bahkan bertambah, kepercayaan investor AS terhadap pasar Indonesia dapat tergerus.

Investasi asing dari AS yang selama ini cukup besar dalam berbagai sektor seperti manufaktur, jasa, serta teknologi, dapat menurun.

Kondisi seperti itu tentu akan menghambat pertumbuhan ekonomi domestik, khususnya dalam penciptaan lapangan kerja baru dan pengembangan industri berorientasi ekspor.

Josua menuturkan, pendekatan dialog intensif melalui kerangka Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang sudah ada antara Indonesia dan AS bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut secara konstruktif.(ant/dra/rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Mobil Terbakar Habis di KM 750 Tol Sidoarjo arah Waru

Kecelakaan Dua Truk di KM 751.400 Tol Sidoarjo arah Waru

BMW Tabrak Tiga Motor, Dua Tewas

Surabaya
Rabu, 30 April 2025
33o
Kurs