
Yassierli Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) menegaskan bahwa prinsip inklusivitas atau tidak boleh ada satu pun yang tertinggal (no one left behind) menjadi pijakan utama dalam perumusan kebijakan ketenagakerjaan nasional.
Menaker, dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (23/6/2025), mengatakan prinsip ini sejalan dengan karakteristik negara sejahtera (welfare state), yakni negara yang menjamin akses dan perlindungan kerja yang adil dan setara bagi seluruh warga negara.
Yassierli mengatakan, bentuk nyata dari implementasi prinsip tersebut, Kemnaker telah membentuk Direktorat Penempatan Kerja Disabilitas. Direktorat ini bertujuan untuk memperluas kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas dan memastikan kesetaraan akses di dunia kerja.
“Undang-Undang mengamanatkan minimal satu persen tenaga kerja berasal dari kalangan disabilitas. Dengan jumlah tenaga kerja formal sekitar 60 juta orang, berarti terdapat potensi 600 ribu peluang kerja bagi penyandang disabilitas,” ujar dia seperti dilansir Antara.
Menurut Menaker, tantangan terbesar tidak hanya terletak pada sisi regulasi, tapi juga pada penciptaan desain pekerjaan dan lingkungan kerja yang ramah disabilitas.
Hal ini penting agar kehadiran penyandang disabilitas tidak dipandang sebagai beban, tetapi justru memberikan kontribusi produktif bagi perusahaan.
Lebih lanjut, Menaker mengungkapkan bahwa prinsip no one left behind juga diterjemahkan melalui transformasi layanan ketenagakerjaan digital SIAPKerja.
Platform ini menjadi penghubung antara pencari kerja dan pemberi kerja secara daring yang dapat diakses masyarakat dari seluruh Indonesia.
“Kita sudah punya SIAPKerja yang di dalamnya dapat mempertemukan CV para pencari kerja dengan lowongan dari berbagai perusahaan,” kata Yassierli.
Ia menambahkan, ke depan pelaksanaan bursa kerja secara luring akan lebih difokuskan pada layanan konsultasi karier, pameran pelatihan kerja, serta pelayanan dari balai latihan kerja (BLK), bukan lagi menjadi kanal utama rekrutmen tenaga kerja.
Menaker juga menyoroti pentingnya perluasan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan, khususnya bagi pekerja sektor informal. Menurutnya, perlindungan terhadap risiko kerja dan hari tua harus mencakup seluruh pekerja tanpa terkecuali.
“Kita memiliki BPJS Ketenagakerjaan, namun sampai hari ini cakupan kepesertaannya masih belum optimal, terutama bagi pekerja informal. Ini tantangan yang harus kita jawab bersama,” ujar dia. (ant/bil/iss)