
Andi Amran Sulaiman Menteri Pertanian (Mentan) mengungkapkan, praktik pengoplosan beras di tanah air menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat. Ia menyebut, kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai Rp99 triliun setiap tahun.
“Kalau ini Rp99 triliun itu adalah kerugian masyarakat. Ini bukan baru terjadi hari ini, tapi sudah berlangsung lama. Kalau kita tarik ke belakang lima atau sepuluh tahun, angkanya pasti lebih besar,” ujar Amran saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Menurut Amran, kerugian itu berasal dari modus mengemas ulang beras curah biasa lalu dijual dengan label premium. Padahal kualitasnya jauh di bawah standar beras premium.
“Ibaratnya emas 18 karat dijual seolah-olah 24 karat. Jadi yang naik itu harga, bukan kualitasnya,” kata dia.
Amran menyebut ada dua jenis kerugian akibat praktik ini. Pertama, kerugian negara karena beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang seharusnya dijual murah malah dipasarkan sebagai beras premium.
“SPHP disalurkan ke toko-toko, harusnya 20 persen di etalase, tapi 80 persen malah dioplos dan dijual sebagai beras premium. Itu jelas kerugian negara,” tegasnya.
Kerugian kedua dialami langsung oleh masyarakat yang membeli beras dengan harga mahal, padahal kualitasnya tidak sesuai label. Bahkan, Mentan menyebut ada kemasan 5 kilogram yang isinya hanya 4,5 kilogram.
“Kami sudah kantongi bukti dan dokumentasi lengkap. Semua sudah kami serahkan ke aparat penegak hukum. Ini hasil pemeriksaan dari 13 laboratorium independen di seluruh Indonesia,” jelas Amran.
Ia juga menyampaikan bahwa beras oplosan ini ditemukan beredar luas, termasuk di rak-rak supermarket dan minimarket. Menyusul temuan ini, beberapa gerai ritel mulai menarik produk bermasalah dari peredaran.
“Kami tidak bisa kompromi soal ini. Masyarakat jangan terus dirugikan. Proses hukum harus jalan,” tutup Amran.(faz/ipg)