
Mukhamad Misbakhun Ketua Komisi XI DPR RI memberikan apresiasi atas kebijakan Prabowo Subianto Presiden yang dinilai mampu memperkuat fondasi ekonomi nasional. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 yang merevisi PP Nomor 36 Tahun 2023 terkait devisa hasil ekspor (DHE) dari sektor sumber daya alam (SDA).
Dalam aturan baru ini, pengekspor SDA diwajibkan menempatkan seluruh devisa hasil ekspor ke dalam sistem keuangan nasional selama minimal 12 bulan. Misbakhun menyebut kebijakan itu sebagai langkah patriotik yang sejalan dengan semangat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 tentang pengelolaan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat.
“Langkah ini sangat patriotik dan strategis untuk memperkuat struktur ekonomi kita,” kata Misbakhun dalam Webinar Nasional bertema Menguji Efektivitas DHE, yang digelar oleh ISEI Jakarta, Senin (21/7/2025).
Politikus Partai Golkar itu menyoroti pentingnya DHE dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional, khususnya dalam memperkuat cadangan devisa.
Menurut data Kemenko Perekonomian yang disampaikan Misbakhun, sepanjang 2024 ekspor dari sektor SDA mencapai USD 166,04 miliar, atau 62,7% dari total ekspor nasional. Namun, Misbakhun juga menekankan pentingnya pemanfaatan DHE untuk mendukung aktivitas ekonomi domestik.
Ia mengingatkan bahwa devisa hasil ekspor yang tidak kembali ke dalam negeri berisiko memperlemah kemampuan nasional dalam menggerakkan sektor riil.
“Kalau DHE tidak menstimulasi aktivitas bisnis di dalam negeri, maka masih ada aspek konstitusional yang belum dijalankan dengan sempurna dalam ekonomi kita,” tegasnya.
Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak itu juga mengakui bahwa ekspor SDA sering melibatkan pembiayaan internasional, termasuk sindikasi bank asing. Namun, dengan ketentuan baru ini, pemerintah memberikan tekanan kuat agar para eksportir patuh pada kewajiban menempatkan DHE di bank nasional.
“Dalam PP 8/2025 ini, tidak lagi bersifat persuasif. Eksportir SDA, kecuali sektor migas, diwajibkan menempatkan 100 persen DHE di sistem keuangan nasional selama 12 bulan,” ujarnya.
Misbakhun yakin, kebijakan ini dalam jangka panjang akan memperkuat likuiditas domestik dan memberi ruang lebih besar bagi Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Cadangan devisa yang kuat akan membuat BI lebih leluasa mengelola kurs dan stabilitas ekonomi makro,” ucapnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa keberhasilan kebijakan ini harus diimbangi dengan langkah nyata dalam mendorong pertumbuhan sektor riil. Tanpa itu, devisa besar tidak akan membawa dampak luas bagi rakyat.
“Penggerak utama ekonomi tetap ada di sektor riil — investasi, penciptaan lapangan kerja, dan konsumsi. Ini semua saling terkait,” pungkas Misbakhun. (faz/ipg)