
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan waktu bagi perusahaan asuransi untuk menyesuaikan produk asuransi kesehatan mereka
dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025) paling lambat 31 Desember 2026.
Hal tersebut dikarenakan adanya kewajiban perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi untuk menyesuaikan tur produk asuransi kesehatan berupa skema pembagian risiko (co-payment) dan Coordination of Benefit (CoB).
M. Ismail Riyadi Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK mengatakan di Jakarta, Kamis (5/6/2025), bahwa SEOJK tersebut akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.
“Pertanggungan atau kepesertaan atas produk asuransi kesehatan yang sudah berjalan pada saat SEOJK 7/2025 ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa pertanggungan atau kepesertaan berakhir,” ujarnya, seperti dilaporkan Antara.
“Bagi produk asuransi kesehatan yang dapat diperpanjang secara otomatis dan telah mendapatkan persetujuan OJK atau dilaporkan kepada OJK sebelum SEOJK 7/2025 ini berlaku, harus disesuaikan dengan SEOJK ini paling lambat tanggal 31 Desember 2026,” lanjut Ismail.
BACA JUGA: Aturan Baru OJK: Peserta Asuransi Harus Bayar Minimal 10 Persen Klaim Biaya Berobat
Selain mengatur skema pembayaran, ia menuturkan bahwa SEOJK tersebut juga mewajibkan perusahaan asuransi untuk memiliki tenaga ahli yang memadai, termasuk tenaga medis dengan kualikasi dokter yang berperan untuk melakukan analisis atas tindakan medis dan telaah utilisasi (utilization review).
Ia menyampaikan bahwa perusahaan asuransi juga wajib membentuk Dewan Penasihat Medis (Medical Advisory Board) serta sistem informasi yang memadai untuk melakukan pertukaran data secara digital dengan fasilitas kesehatan.
Ketiga hal tersebut dimaksudkan agar perusahaan asuransi dapat melakukan analisis terhadap efektivitas layanan medis dan layanan obat yang diberikan oleh fasilitas kesehatan berdasarkan data digital yang dikumpulkan, serta memberi masukan kepada fasilitas kesehatan secara berkala melalui mekanisme utilization review.
“OJK akan terus melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi SEOJK ini untuk memastikan ketentuan ini berjalan efektif dan memberikan manfaat optimal bagi seluruh pihak, termasuk pemegang polis, tertanggung, atau peserta,” kata M. Ismail Riyadi.
SEOJK 7/2025 merupakan aturan pelaksanaan dari Pasal 3B ayat (3) Peraturan OJK Nomor 36 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan OJK Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025) yang mengatur skema pembagian risiko (co-payment) dan Coordination of Benefit (CoB).
Pembagian risiko atau co-payment adalah porsi pembiayaan kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemegang polis, tertanggung, atau peserta, paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan.
Meskipun begitu, terdapat batas maksimum porsi pembiayaan yang menjadi tanggung jawab pemegang polis, tertanggung, atau peserta sebesar Rp300 ribu per pengajuan klaim rawat jalan serta Rp3 juta per pengajuan klaim rawat inap.
Sementara skema Coordination of Benefit memungkinkan koordinasi pembiayaan kesehatan apabila pelayanan kesehatan dilakukan sesuai dengan skema JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.(ant/iss)