Selasa, 23 Desember 2025

Pakar Unair: Fenomena Tenor KPR 50 Tahun di Jepang Tak Relevan dengan Indonesia

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Ilustrasi, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Grafis: Dukut suarasurabaya.net

Fenomena mengambil tenor Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hingga 50 tahun di negara Jepang dianggap tidak relevan dengan Indonesia karena dipengaruhi berbagai faktor kondisi sosial dan tingkat ekonomi dari kedua negara.

Dr. Rahmat Setiawan Pakar Keuangan Perbankan Fakuiltas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) menilai tren KPR hingga 50 tahun tersebut sangat wajar apabila diterapkan di negara Jepang.

Menurutnya ada sejumlah faktor yang mendukung adanya kebijakan tersebut, pertama terkait angka harapan hidup orang Jepang yang mencapai 83 tahun. Selain itu tingkat kebahagiaan, kenyamanan, dan kesejahteraan juga tinggi.

Tidak hanya itu, tingkat suku bunga di negara Jepang juga dinilai cukup rendah dalam beberapa tahun terakhir. Pada Desember 2025, Bank Sentral Jepang mengumumkan kenaikan suku bunga acuan menjadi 0,75 persen dari sebelumnya 0,5 persen.

“Jepang itu puluhan tahun inflasinya itu minus. Deflasi yang terjadi bukan inflasi. Sehingga kemudian Bank Sentral Jepang itu mempertahankan tingkat suku bunga acuannya itu di sekitar angka nol. Dampaknya apa? Tingkat suku bunga KPR kalau di Jepang tapi sangat kecil sekitar angka Rate Bank of Japan sekarang sekitar 0,75 persen,” ujar Rahmat Setiawan saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Selasa (23/12/2025).

Kondisi ekonomi dan sosial di Jepang tersebut sangat berbanding terbalik di Indonesia sehingga fenomena KPR 50 tahun dianggap tidak relevan. Pertama terkait angka harapan hidup orang Indonesia yang mencapai sekitar 74 tahun.

Sementara usia kerja produktif bagi masyarakat Indonesia berada di angka 25-58 tahun, sedangkan usia maksimal saat mencicil KPR adalah 65 tahun. Oleh sebab itu fenomena dari Jepang tersebut hampir tidak mungkin dilakukan.

Tidak hanya persoalan angka harapan hidup dan usia produktif, namun tingkat suku bunga yang tinggi di Indonesia bakal menjadi kendala apabila mengambil tenor KPR dalam jangka panjang.

Rahmat menyebut, berdasarkan Bank Indonesia (BI) rate bunga acuan yang barus diumumkan pada 17 Desember 2025 kemarin mencapai 4,75 persen bagi bank-bank besar. Apabila terjadi kondisi plus minus dinamika ekonomi, maka bunga acuan bisa menjadi 5-10 persen.

Untuk itu Rahmat menegaskan ada berbagai perbedaan faktor antara Indonesia dan Jepang sehingga tren KPR 50 tahun dinilai tidak bisa diterapkan.

“Tingkat bunga KPR-nya di Indonesia itu sekitar 8 sampai 10 persen. Nah, jadi Jadi poin saya begini, tren ini kalau berlaku di Jepang itu wajar. Satu, angka harapan hidupnya memang panjang sampai 83 tahun. Terus kedua tingkat suku bunga di Jepang rendah mendekati nol. Jadi enggak enggak masalah mau nyicil panjang sekalipun enggak masalah,” jelasnya.

Menurutnya, angka maksimal tenor KPR yang ideal bagi Indonesia adalah 35 tahun. Angka tersebut dinilai sesuai dengan kondisi usia kerja produktif masyarakat dan tingkat acuan bunga di Indonesia.

Rahmat mensimulasikan, masyarakat dengan pekerjaan dan penghasilan tetap setiap bulan di perusahaan besar maksimal bisa mengambil KPR di usia 30 tahun. Perhitungan tersebut dinilai ideal karena usia maksimal pelunasan adalah 65 tahun.

“Bagi masyarakat, bunga akan menimbulkan masalah apabila tenornya panjang. Cicilan itu kalau bisa sependek mungkin, memang cicilannya besar tapi total bunganya kecil kalau tenornya pendek tapi itu untuk masyarakat berpenghasilan cukup,” ungkapnya.(wld/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Selasa, 23 Desember 2025
33o
Kurs