
Josua Pardede Kepala Ekonom Permata Bank memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah, Kamis (21/8/2025) bergerak di kisaran Rp16.225-Rp16.350 per dolar Amerika Serikat (AS).
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini melemah sebesar 4 poin atau 0,02 persen menjadi Rp16.275 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.271 per dolar AS.
Pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Minutes bulan Juli 2025 menunjukkan bahwa Federal Reserve (The Fed) masih lebih fokus pada risiko inflasi dibanding kondisi pasar tenaga kerja AS, terutama terkait dampak kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
“Meski Michelle Bowman dan Christopher Waller (keduanya pejabat tinggi The Fed) menyatakan pendapat berbeda dengan mendukung pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps (basis points), mayoritas anggota menilai risiko inflasi lebih besar dibanding melemahnya lapangan kerja,” ujarnya, melansir Antara.
Hal ini dinilai membuat investor cenderung berhati-hati menjelang pidato Jerome Powell Gubernur The Fed, Jumat (22/8/2025) untuk memperoleh pandangan jelas terkait prospek pelonggaran kebijakan moneter.
Data terbaru disebut kian memperkuat kekhawatiran terhadap inflasi, sekaligus mempertanyakan ketahanan pasar tenaga kerja AS, sehingga investor masih ragu terkait arah kebijakan The Fed ke depan.
Selain itu, tekanan politik tetap berlanjut yang dilakukan Trump dengan mendesak Lisa Cook Gubernur Fed untuk mengundurkan diri terkait dugaan penipuan hipotek, sekaligus terus mendorong penurunan suku bunga.
“Dengan masa jabatan Powell berakhir pada Mei 2026, Trump tengah mempertimbangkan calon pengganti, sementara Menteri Keuangan Scott Bessent baru-baru ini mendukung pemangkasan yang lebih agresif sebesar 50 bps pada September 2025,” kata Josua.
Di ranah domestik, sentimen berasal dari keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan 25 bps menjadi 5 persen untuk mendukung pertemuan ekonomi.
“Hari ini, BI akan merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk posisi kuartal II 2025, di mana kami memperkirakan defisit transaksi berjalan tetap terkendali di sekitar 1 persen dari PDB (produk domestik bruto), meskipun melebar dibandingkan posisi kuartal I 2025,” tutupnya.(ant/kir/ipg)