Selasa, 28 Oktober 2025
Advertorial

Program Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat Hulu Migas: Bukan Sekadar Penggugur Kewajiban

Laporan oleh Tim Redaksi
Bagikan
Proses pengolahan KRUPY di Desa Kramat, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik. Foto: SKK Migas Jabanusa

Memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat sekitar, mendorong efek berganda di sekitar wilayah kerja, di saat yang bersamaan harus memberikan kontribusi yang besar untuk pembangunan negeri melalui kegiatan hulu migas, sudah menjadi napas pertama yang dihirup oleh para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada hari mereka dilahirkan melalui Kontrak Kerja Sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) selaku perwakilan Pemerintah Republik Indonesia.

Bahkan sebelum mereka berproduksi, Pemerintah melalui SKK Migas sudah mewajibkan KKKS untuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar wilayah operasi, salah satunya adalah melalui program Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat (PPM).

Hal ini tentu sangat berbeda dengan Corporate Social Responsibility (CSR) yang diberikan oleh badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang berkegiatan di Republik Indonesia.

PPM sudah harus dilaksanakan saat KKKS beroperasi, bahkan sebelum KKKS berproduksi, sementara CSR diberikan saat perusahaan telah mendapatkan keuntungan—karena pelaksanaannya berasal dari laba perusahaan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

PPM diberikan kepada masyarakat terdekat di wilayah operasi, sedangkan CSR dapat di mana saja, selama masih dalam lingkup wilayah Republik Indonesia.

Wujud Kehadiran Hulu Migas di Tengah Masyarakat
Hulu migas bukan hanya mengenai kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, namun bagaimana menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945. Bagaimana tidak, baik daerah penghasil maupun bukan penghasil, sama-sama mendapatkan bagian Dana Hasil Migas (DBH).

Jika kita berfokus pada pengembangan masyarakat terdampak, KKKS memiliki kewajiban untuk menyediakan program-program yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah operasi, meliputi aspek ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Dengan demikian, PPM adalah bukti konkret kehadiran hulu migas untuk kemajuan bangsa, bukan hanya statistik.

Lebih dari itu, PPM adalah simbol humanis dari industri hulu migas, yang mencerminkan keberpihakan terhadap nilai-nilai kemasyarakatan dan keberlanjutan. Pendekatan ini membangun kedekatan emosional dan kepercayaan dengan masyarakat, serta menjadi fondasi penting bagi terciptanya Social License to Operate (SLO) yang kuat.

”SLO bukan hanya soal penerimaan sosial, tapi juga menjadi jaminan keberlanjutan sosial,” jelas Roy Widiartha Kepala Kelompok Kerja Pengembangan Masyarakat SKK Migas saat dikonfirmasi lebih lanjut mengenai SLO.

Roy menambahkan, melalui PPM, industri hulu migas menegaskan bahwa keberhasilan tidak hanya diukur dari volume produksi, tetapi juga dari dampak positif yang dirasakan masyarakat. Sebab pada akhirnya, energi yang kita hasilkan harus mampu menyalakan harapan dan masa depan bersama.

Peningkatan Kualitas Hidup Melalui Program yang Tepat
Ada hal menarik dalam pelaksanaan PPM ini, yakni hadirnya tim SKK Migas Perwakilan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa) untuk melakukan Monitoring dan Evaluasi (Monev) di lapangan, menyentuh langsung penerima manfaat.

KRUPY memberdayakan ekonomi kelompok masyarakat pesisir dengan mengarahkan mereka sesuai potensi wilayah. Foto: SKK Migas Jabanusa

Kegiatan ini dilakukan rutin, tiap semester, untuk memastikan bahwa program-program yang diberikan di sekitar wilayah kerja tepat dan memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat.

“Kita lakukan Monev PPM ini dengan harapan bahwa program yang diberikan bukan sekedar laporan di atas kertas, bukan program asal terlaksana. Namun menjadi program berdaya guna tinggi yang punya manfaat di masyarakat,” kata Febrian Ihsan Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Jabanusa.

Kabupaten Gresik, tempat KKKS PETRONAS Indonesia beroperasi, merupakan wilayah multi-industri dengan luas 1.191,25 km² dan berpenghuni 1.311.215 penduduk. Dengan wilayah yang sangat luas dan profil demografi yang beragam, Gresik memiliki potensi tersendiri di bidang hasil produksi laut.

Berangkat dari hal tersebut, KKKS PETRONAS Indonesia melakukan pembinaan kepada masyarakat nelayan di Desa Kramat, Kecamatan Bungah.

Dari pembinaan inilah KRUPY, penganan ringan olahan hasil laut, tercipta dan berkembang menjadi produk bernilai ekonomi tinggi. KRUPY memberdayakan ekonomi kelompok masyarakat pesisir dengan mengarahkan mereka sesuai potensi wilayah. Produk KRUPY kini telah mengantongi sertifikasi PIRT dan lolos kurasi ekspor ke Jepang pada Februari 2023.

Tri Rachmawati menjadi Ketua Kelompok Masyarakat yang membidani lahirnya KRUPY. Ia menjadi tokoh yang mengajak ibu-ibu di wilayahnya untuk ikut bergerak menyokong ekonomi keluarga di kala para suami nelayan mereka tidak bisa melaut karena musim yang tak mendukung.

Pada tahun 1994, Tri menikah dan kemudian menetap di Gresik bersama suaminya yang berprofesi sebagai nelayan. Sayangnya, Tri ditinggal selamanya oleh sang suami pada tahun 2017. Untuk menyambung hidup, Tri tak hanya menjadi motor penggerak Sekolah Perempuan (SEKOPER) di Desa Kramat, tetapi juga membuka toko sembako di rumahnya. Namun, dari hasil berjualan itu, penghasilan harian Tri hanya berkisar Rp100.000.

“Dukungan dari PETRONAS Indonesia sejak tahun 2022 membuat kami semakin berkembang, dari pelatihan hingga pameran, dan yang terpenting, penghasilan para anggota kami pun meningkat. Kami, warga Desa Kramat, mengucapkan terima kasih kepada SKK MIGAS dan PETRONAS Indonesia atas fasilitas dan dukungan yang diberikan kepada KRUPY,” ungkap Tri.

Data ini diperkuat oleh Studi Social Return of Investment (SROI) yang dilakukan oleh PETRONAS Indonesia terhadap KRUPY, menunjukkan nilai yang cukup signifikan, menegaskan bahwa KRUPY telah berhasil memberdayakan kelompok masyarakat.

Windhy Biotrie Juwita VP of Supply Chain Management and Business Support mengatakan bahwa PETRONAS Indonesia menjalankan kebijakan PPM yang berorientasi pada keberlanjutan dan dampak jangka panjang bagi masyarakat sekitar wilayah operasi.

Program PPM dilaksanakan berdasarkan prinsip partisipatif, inklusif, dan responsif terhadap kebutuhan riil masyarakat, yang diperoleh melalui studi sosial, pemetaan kebutuhan, dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan SKK Migas.

“Sebagai bagian dari komitmen dan tanggung jawab kami terhadap kemajuan masyarakat lokal, PETRONAS Indonesia mengacu pada Social Impact Management Framework yang terdiri dari Lingkungan (Planting Tomorrow), Pendidikan (Powering Knowledge), serta Kesejahteraan dan Pengembangan Masyarakat (Uplifting Lives). Ketiganya merupakan pilar utama PETRONAS Indonesia dalam menjalankan program sosial di wilayah kami beroperasi,” tutur Windhy.

Sebagai Penggerak Multiplier Effect
Pulau Pagerungan, sekitar 349 km dari Surabaya, merupakan tempat KKKS Kangean Energy Indonesia (KEI) beroperasi. Berada di sebelah timur Kabupaten Sumenep, Pagerungan mayoritas dihuni oleh masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan tradisional.

KEI sendiri telah hadir sejak tahun 1994. Sudah banyak PPM yang dilaksanakan di pulau ini, termasuk elektrifikasi dan air bersih. Sebelum KEI beroperasi, tingkat elektrifikasi Pulau Pagerungan sangat rendah karena kapasitas pembangkit listrik tenaga diesel milik Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum dapat menjangkau keseluruhan wilayah pulau.

Berdasarkan jaring aspirasi dan studi kebutuhan masyarakat, serta atas kesepakatan warga setempat, KKKS KEI memulai program elektrifikasi di Pulau Pagerungan. Setiap hari, tidak kurang dari 200 KVA listrik dialirkan ke sambungan rumah tangga di sekitar fasilitas KEI. Ini berarti, lebih dari 300 rumah tangga kini menikmati listrik gratis yang sepenuhnya disediakan oleh KEI.

Elektrifikasi tersebut menciptakan efek berganda yang besar. Geliat ekonomi semakin cepat dan aktivitas ekonomi pun semakin beragam. Salah satunya adalah program Internet Desa yang digagas KEI bekerja sama dengan Badan usaha Milik Desa (BUMDES) Pagerungan Jaya yang mempunyai pendapatan berkisar Rp15.000.000—Rp25.000.000 setiap bulannya.

Para tenaga pendidik dan pelajar pun berterima kasih atas terobosan ini, mereka lebih mudah untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan dalam keterkaitannya dengan pendidikan.

Selain listrik gratis, kebutuhan warga akan air bersih juga disalurkan oleh KEI dalam bentuk PPM kepada warga Pulau Pagerungan, setiap harinya KEI memasok sekitar 20 ton air bersih gratis untuk warga.

Program penyaluran air bersih di Pulau Pagerungan oleh SKK Migas – KKKS KEI. Foto: SKK Migas Jabanusa

Komitmen KKKS KEI tak hanya terbatas pada pengembangan masyarakat, tapi juga meluas pada upaya menjaga lingkungan di Pulau Pagerungan, demi menjadi tetangga yang baik dan bermanfaat.

Kampoi Naibaho Manager Public Government Affair KKKS KEI menjelaskan, sebelum merealisasikan program-program yang tercakup dalam PPM, KEI telah melewati berbagai tahapan penyusunan.

“Usulan programnya bottom-up, dari masyarakat,” ucap Kampoi, menambahkan bahwa sinergi dalam PPM terlaksana berkat keterlibatan aktif masyarakat di wilayah operasi hingga tingkat kabupaten.

PPM sebagai Pendorong Inklusi Sosial dan Lingkungan
Dengan operasi ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) yang aman, andal dan efisien serta berkat dukungan Pemerintah dan masyarakat, perolehan pendapatan negara dari Proyek Banyu Urip mencapai lebih dari US$34,5 miliar hingga tahun 2024. Nilai ini lebih dari 10 kali lipat dari nilai investasi awal.

Pendapatan tersebut tentu juga mengalir dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) Migas kepada Pemerintah Daerah. DBH Migas berkontribusi pada sekitar 40 persen APBD Bojonegoro pada tahun 2025 dan menjadi salah satu motor utama penggerak pembangunan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bojonegoro.

Proyek Banyu Urip EMCL yang menyumbang pendapatan negara dari mencapai lebih dari 34,5 miliar dolar AS hingga tahun 2024. Foto: SKK Migas Jabanusa

Hartini, perempuan perajut asal Desa Pungpungan, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro bersama lebih dari 200 perempuan yang tergabung dalam Perempuan Indonesia Merajut (PRIMA) telah memproduksi lebih dari 42 ribu panel rajutan dengan nilai lebih dari Rp1,2 miliar. Selain dijual di pasar domestik, produk rajut mereka juga telah diekspor ke Amerika Serikat dan Italia.

Sejak 2018, Program PRIMA telah melatih lebih dari 400 perempuan di lebih dari 20 desa dari 5 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban, Jawa Timur.

Efek Berganda Kegiatan Hulu Migas
Industri hulu migas dikenal sebagai sektor yang penuh dengan risiko dan tantangan sehingga sampai saat ini memainkan peran penting dalam perekonomian nasional dan daerah. Namun di balik kompleksitasnya, kontribusi hulu migas bagi perekonomian nasional dan daerah tidak terbantahkan.

Setiap aktivitas eksplorasi dan produksi bukan hanya menopang ketahanan energi, tetapi juga menjadi sumber penerimaan penting bagi negara dan daerah. Dengan demikian, multiplier effect yang terjadi di tingkat nasional juga tereplikasi di tingkat daerah. Perbedaannya hanya terletak pada unsur dampak pertamanya, yang dikenal sebagai first impact.

Dari sudut pandang industri hulu migas, multiplier effect terhadap perekonomian daerah di bagi dua, yaitu dilihat dari sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Dari sisi penerimaan, terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) yang merupakan alokasi dana dari pusat ke daerah dalam rangka pemerataan dan melaksanakan kebijakan desentralisasi, participating interest (PI) maksimum sebesar 10 persen yang diberikan kepada Pemerintah Daerah melalui BUMD untuk turut mengelola wilayah kerja migas di Indonesia, serta pasokan minyak bumi untuk refinery, pasokan gas untuk PLN, dan industri turunan.

Perempuan Indonesia Merajut (PRIMA) telah memproduksi lebih dari 42 ribu panel rajutan dengan nilai lebih dari Rp1,2 miliar. Foto: SKK Migas Jabanusa

Sedangkan dari sisi pengeluaran, jenis multiplier effect terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Migas, Program Pengembangan Masyarakat (PPM), belanja barang dan jasa melalui badan usaha lokal, tenaga kerja lokal, fasilitas operasi yang digunakan untuk umum, serta Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk mendanai pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, pendidikan, dan kesehatan di wilayah setempat.

Keberhasilan operasi migas tidak lepas dari dukungan pemerintah daerah dan masyarakat. Setiap komitmen bersama dalam menjaga kelancaran operasi akan berkontribusi pada peningkatan DBH Migas, PBB Migas, pajak daerah, serta berbagai manfaat tidak langsung lain yang mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Ke depannya, sinergi dan komunikasi yang lebih erat menjadi kunci agar kontribusi sektor hulu migas semakin dirasakan, sekaligus memperkuat fondasi keberlanjutan ekonomi di daerah penghasil migas.

Katalis Pembangunan Berkelanjutan dan Kemandirian Masyarakat
Dalam lanskap pembangunan nasional, kehadiran industri hulu migas tidak hanya menjadi motor penggerak sektor energi, tetapi juga langkah strategis dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Melalui program PPM, industri ini turut memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di berbagai daerah operasi di Indonesia.

PPM dirancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat di sekitar wilayah kerja, sekaligus mendorong transformasi sosial dan ekonomi jangka panjang.

Industri hulu migas memahami bahwa keberlanjutan operasional hanya dapat tercapai jika sejalan dengan kesejahteraan sosial dan pelestarian lingkungan. Inilah alasan mengapa PPM terus dikembangkan sebagai bagian integral dari strategi bisnis yang bertanggung jawab.

Peningkatan kualitas kehidupan, terutama di wilayah operasi hulu migas, sejatinya merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh semua pihak terkait, bukan hanya industri hulu migas.

Lebih dari itu, PPM adalah salah satu upaya bersama yang dapat dikontribusikan dengan sangat terbatas oleh industri hulu migas untuk menggugah kemandirian masyarakat. PPM hadir untuk menumbuhkan kesadaran kolektif dan inisiatif, baik oleh masyarakat maupun oleh instansi terkait.

PPM ini diharapkan menjadi pemantik yang menginisiasi kolaborasi efektif antara industri hulu migas-masyarakat dan instansi terkait untuk memperkuat langkah menuju kehidupan masyarakat yang lebih baik. Industri hulu migas, memastikan setiap tetes energi dari perut bumi dialirkan untuk manfaat yang nyata bagi pembangunan negeri yang adil dan berkelanjutan. (tim/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Surabaya
Selasa, 28 Oktober 2025
26o
Kurs