
Penurunan tarif impor produk Indonesia ke Amerika Serikat dari 32 persen menjadi 19 persen disambut positif kalangan pengusaha, meski dinilai memunculkan beberapa pekerjaan rumah (PR).
Menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), masih banyak PR yang harus diselesaikan, terutama dalam memperkuat daya saing pelaku usaha dalam negeri, termasuk untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Arief Budiman, Wakil Ketua Bidang UMKM Dewan Pimpinan Nasional Apindo mengatakan kesepakatan tarif antara Prabowo Subianto Presiden dan Donald Trump Presiden AS merupakan terobosan diplomasi yang patut diapresiasi. Namun di balik keberhasilan itu, Indonesia harus segera menyiapkan strategi lanjutan.
“Saya rasa ini hal yang sangat positif dan kemenangan diplomasi. Tapi PR-nya masih banyak. Salah satunya adalah perjanjian bilateral itu harus segera dibikin, karena kita tidak pernah tahu apa kebijakan Trump berikutnya,” ujar Arief kepada Radio Suara Surabaya, Kamis (17/7/2025) sore.
Menurutnya, salah satu PR terbesar adalah memperkuat pelaku usaha nasional, khususnya BUMN dan UMKM. Tanpa penguatan itu, produk lokal akan kesulitan bersaing dengan produk-produk Amerika yang masuk lebih deras akibat penurunan tarif.
“Kalau tidak siap, kita cuma jadi pasar konsumsi. Produk Amerika membanjiri, kita cuma beli. Manfaat ekonominya malah mengalir ke tenaga kerja dan industri mereka. Itu sebabnya perlindungan tenaga kerja lokal harus jadi prioritas Pak Presiden,” tegasnya.
Arief juga menekankan, perlindungan memang penting, tapi tidak boleh menjadi ketergantungan. Menurutnya, banyak pelaku usaha di Indonesia terlalu bergantung pada proteksi sehingga enggan meningkatkan daya saing.
“Proteksi boleh, satu dua tahun. Tapi jangan terus-menerus. Kalau tidak, pelaku usaha tidak akan berpikir cost-efficient, tidak akan berinovasi. Akhirnya industri kita mati pelan-pelan,” katanya.
Contohnya, kata Arief, bisa dilihat dari industri sepatu Indonesia yang dulu berjaya, tapi sekarang tergeser oleh Vietnam dan Cina. Salah satu penyebabnya, pelaku usaha lokal tidak berinovasi, sementara negara lain terus memperbaiki kualitas dan efisiensi.
Dalam konteks penguatan UMKM, Arief menilai pemerintah perlu lebih fokus pada perbaikan iklim usaha, bukan hanya membuka pasar. Wakil Ketua Apindo Pusat itu menyebut pasar di Indonesia itu sudah besar. Yang perlu dibenahi tak lain adalah iklim usahanya.
“Saat ini indeks iklim usaha kita masih kalah dibanding negara tetangga karena terlalu banyak regulasi,” jelasnya.
Ia kemudian mengutip penelitian Bank Dunia yang menyebut 30 persen waktu pengusaha di Indonesia habis hanya untuk urusan kepatuhan regulasi.
“Regulasinya terlalu banyak, jadi perlu deregulasi. Bukan proteksi ya, tapi deregulasi. Supaya pelaku usaha bisa fokus ke produktivitas dan inovasi, bukan ngurus izin terus,” kata Arief.
Selain memperbaiki iklim usaha, pemerintah juga harus memperkuat pengawasan di perbatasan. Arief menyebut, arus masuk barang dari luar, termasuk dari Tiongkok, sering tidak seimbang karena lemahnya pengawasan bea cukai.
“Kalau kita bikin barang di Indonesia, bahan bakunya kena pajak. Tapi barang jadi dari luar masuk dengan pajak sangat minim atau bahkan ilegal. Ya nggak bisa bersaing. Makanya border kita harus diperkuat,” katanya.
Hal serupa juga berlaku untuk sektor perikanan dan peternakan. Arief menegaskan, jika produk peternak dan nelayan asing masuk, maka harus tetap tunduk pada aturan main Indonesia.
“Itu yang perlu dikontrol. Kapalnya, jumlah tangkapannya, semua harus ikuti aturan kita. Jangan sampai yang masuk ilegal kayak yang sering terjadi di Laut Cina Selatan,” ujarnya.
Di sisi lain, untuk merespons perubahan ini, Apindo mengaku sudah menyiapkan strategi penguatan UMKM, termasuk perluasan pasar ekspor non-AS.
“Sejak kebijakan Liberty diumumkan, kami langsung siapkan strategi. Kami arahkan pengusaha agar tidak terlalu bergantung pada pasar Amerika. Coba lihat peluang ke ASEAN, Eropa, karena kebijakan begini pasti mengubah rantai pasok global,” jelas Arief.
Terakhir, ia mengajak pelaku usaha agar tidak terjebak dalam pesimisme, khususnya terkait kebijakan baru pemerintah pascanegosiasi Trump dengan Prabowo.
“Jangan putus asa, jangan nangis terus. Tantangannya nggak akan berubah. Yang penting, pikirkan apa yang bisa kita lakukan. Pasar itu selalu ada, tinggal kita buka pintunya di mana,” tutupnya. (bil/ham)