Fenomena frozen dengan hamparan bunga es yang menutupi vegetasi tanaman di lereng Gunung Semeru menjadi primadona tersendiri bagi kalangan pendaki. Bagi para petualang jalur pendakian di gunung dengan ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini, selalu mencari momentum untuk bisa melihat langsung hamparan bunga es dampak kristalisasi embun yang turun karena suhu ekstrem di bawah nol derajat celcius ini.
Peltu TNI Sugiyono Pelatih Tim SAR Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Jumat (26/9/2014), mengatakan bahwa dikalangan pendaki ada yang memang mencari momen untuk melakukan pendakian pada Bulan Agustus sampai September. “Karena di bulan-bulan itu terjadi fenomena frozen. Terutama pada akhir Agustus hingga September,” paparnya.
Fenomena hamparan bunga es ini, masih katanya, sangat menarik untuk dilihat. Diantaranya di titik Ranu Kumbolo, Ranu Pane dan Ranu Regulo. “Kalau di Ranu Kumbolo itu biasanya di tempat jalur turunan, kalau di puncak Mahameru malah tidak terjadi. Yang menarik adalah ketika melihat langsung ketika embun-embun itu turun dan berubah mengkristal menjadi butiran es atau bunga es. Ini yang menarik,” papar Sugiyono.
Fenomena ini, lanjutnya, bukan disebabkan karena perubahan iklim, namun sudah terjadi sejak lama karena suhu dingin yang ekstrem. “Malah, jarang-jarang kan orang bisa melihat fenomena seperti itu. Makanya di kalangan pendaki, itu dijadikan suatu momen tersendiri,” ujarnya.
Ketika melakukan pendakian di suhu dingin seperti ini, Sugiyono mengungkapkan, bagi pendaki yang telah berpengalaman melakukan pendakian, telah mempersiapkan segala-sesuatunya. Baik pakaian, alat maupun bekal logistiknya. Sehingga mereka bisa melawan suhu dingin yang bisa mencapai minus 10 derajat celcius bahkan lebih rendah lagi.
“Mereka biasanya menggunakan kompor untuk penghangat di dalam dome (tenda, red). Karena di Semeru memang dilarang untuk membuat perapian karena rawan terjadi kebakaran. Sehingga kompor itu cukup untuk menghangatkan diri,” bebernya.
Yang dihawatirkan, sambung Sugiyono, adalah bagi pendaki yang tidak memiliki pengalaman untuk melakukan pendakian dengan bermodalkan keberanian saja. “Mereka tidak memahami tentang situasi dan perubahan cuaca di sana. Jadi rawan terserang hipotermia. Jadi jangan sampai niatan melihat bunga es dibawah suhu yang rendah, malah menjadi celaka,” urainya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Pelatih Tim SAR Kabupaten Lumajang ini juga mengungkapkan, dampak fenomena frozen atau pembekuan ini merugikan bagi para petani sayuran di lereng Semeru. Karena bunga es yang disebut warga lereng Semeru sebagai embun upas ini, menyebabkan vegetasi tanaman menjadi mongering lalu mati.
“Hampir semua tumbuhan setelah pasca turunnya itu, mengering. Kalau tidak di lakukan perawatan, dengan cara pemberian obat-obatan tanaman, pasti mengering karena layu lalu mati. Kondisi inilah yang sering kali merugikan petani karena hasil pertaniannya gagal panen,” bebernya.
Sedangkan dampak bagi vegetasi tanaman di hutan dan hamparan lereng Semeru adalah keringnya vegetasi yang ada. “Jika tumbuhan mengering, rawan terjadi potensi kebakaran. Contohnya rumput saja mengering, jika tersulut api dari puntung rokok sedikit saja pasti terbakar. Apalagi ketika tersapu angin, maka kebakaran akan membesar. Ini yang patut diwaspadai,” demikian pungkas Sugiyono. (her/ipg)
Teks Foto :
– Fenomena frozen di lereng Gunung Semeru.
Foto : Sentral FM
NOW ON AIR SSFM 100
