Dinas ESDM Jatim mengakui, pembukaan penambangan pasir galian C di DAS kantong lahar Semeru di Kabupaten Lumajang belum on the track. Karena secara hukum, perizinan aktivitas pertamba ngan belum klir sepenuhnyaMasihg ada persyaratan lain yang harus dipehuhi. Hal ini disampaikan Didik Agus Wijanarko dari Dinas ESDM Provinsi Jatim kepada Sentral FM, Jumat (6/11/2015).
”Tapi semua akan kita penuhi pelan-pelan persyaratannya,” katanya dalam pertemuan dengan Bupati Lumajang Drs H As`at Malik, Mag dan para penambang di Kantor Pemkab Lumajang.
Mengingat sisi tekhnis dan kebutuhan maka dibuka penambangan tersebut. Dia menguraikan, bupati Lumajang sudah diteleponi berkali-kali. Bukan cuma dari Lumajang saja. dari daerah lain se-Jatim dan luar Jatim sering menghubungi.
Ia juga terkesan mulai cuci tangan terkait persyaratan lain yang harus dipenuhi. Utamanya pada tujuh pemegang izin yang bermasalah dengan Perhutani. Disebutkannya, saat ini kewenangan ESDM sudah klir dan sudah selesai. Tinggal institusi yang lainnya. Seperti BBWS, Pengairan, dan Perhutani,” paparnya.
Dia mencontohkan, misalnya di kawasan sungai. Boleh atau tidak itu menjadi kewenangan pengairan dan BBWS brantas. Apalagi di kawasan perhutani, hal tersebut menjadi kewenangan perhutani. “Hal ini harus difahami bukan pilih kasih. Karena saat ini pihaknya kita juga mulai belajar memahami hukum dengan benar, dan diikuti dengan baik. Agar tidak berbenturan dan dibentur-benturkan. Kalau dibenturkan malah sakit semua,” jelasnya.
Tugas Dinas ESDM Provinsi Jatim, menurutnya, untuk mendorong seluruh pelaku tambang yang berizin dan beroperasi. Mereka kemudian akan dibimbing. Bagi masyarakat yang akan mengurus izinnya, tapi saat ini belum boleh menambang maka harus segera memenuhi semua kewajibannya.
Institusi yang bakal kena lemparan masalah sudah tentu adalah BBWS brantas, Pengairan DPU Provinsi dan Perhutani. Mereka menganggap seharusnya persoalan ini sudah tuntas dari hasil pengecekan bersama ke lokasi pada pekan kemarin.
Tak salah jika sampai saat ini persoalan kewenangan mengeluarkan rekomendasi juga masih simpang siur. Ir Tri Pinujo pengawas utama BBWS Brantas Lumajang menyebutkan masalah kewenangan memang belum klir. Ia mengaku dulu sungainya sempit. Saat ini sudah semakin melebar. Termasuk menimbun tanah-tanah warga. Dan statusnya sampai saat ini tidak jelas milik siapa. “Semua perlu dikaji dan dicermati dulu,” tuturnya.
Untuk persoalan tanah dan kewenangan BBWS, menurut Tri Pinujo, masih belum ada ada titik temu. Kalau dulu tanah perhutani, kemudian melebar lalu statusnya sekarang milik siapa tidak jelas.
Belum lagi dengan Dinas PU Pengairan Provinsi Jatim. Terkait rekomendasi ternyata yang berwenang BBWS Brantas di Surabaya. Memang sempat miss komunikasi bahwa semua itu adalah kewenangan Dinas PU Pengairan Provinsi Jatim. “Ternyata sudah ada pencabutan untuk DAS Mujur, Rejali dan Glidik,” ujarnya.
Persoalan lainnya adalah menyangkut lokasi penambangan di kawasan perhutani. Misbakhul Munir, Wakil Administratur Perhutani Lumajang menyebutkan bahwa ada tujuh titik pemegang IUP berada di kawasan Perhutani. Pihaknya tidak sedia lahannya ditambang. Karena bertentangan dengan undang-undang.
Tri Pinujo juga mengeluhkan dikeluarkan izin beroperasi, jika persoalan lahan masih belum klir. “Padahal sudah kami sampaikan pada ESDM. Bahwa lahan tersebut milik perhutani. Dan sudah kami cek bersama melibatkan ESDM. Dengan demikian, meski keluar izin dari ESDM, pihaknya tidak mau ambil resiko. Tetap akan melarang dan tidak ingin kewenangan kawasan perhutani dijarah lagi. Karena sudah puluhan tahun lahan tersebut dijarah dan ditambang,” pungkas Tri Pinujo. (her/ipg)
Teks Foto :
– Pertemuan pembukaan tambang pasir di Kantor Pemkab Lumajang.
Foto : Sentral FM
NOW ON AIR SSFM 100
