Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas berpotensi sebagai sumber air baku utama namun kualitas air baku yang dihasilkan masih di bawah normal.
Menurut VONNY P SETIAWATI Kepala Bagian Perencanaan dan Pengendalian Teknis Perum Jasa Tirta, tingkat pencemaran di DAS Brantas mencapai 82 persen. “Ini sebenarnya sudah tidak masuk Sungai kelas II. Mungkin kalau kelasnya sampai lima, Brantas masuk disitu,” ujarnya.
Perum Jasa Tirta sebagai penyedia air baku tidak mampu berbuat banyak untuk mengatasi tingginya pencemaran di DAS Brantas ini.
“Kami tidak punya kewenangan, hanya sebatas melaporkan saja,” kata VONNY P SETIAWATI di Simposium Pengembang Surabaya Metropolitan Area di Masa Depan dengan topik Air Baku di Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jumat (16/11). .
Penjelasan VONNY ini dipertegas oleh SUPARTO WIJOYO pengamat hukum lingkungan. Dia menyatakan penyumbang pencemaran tertinggi air sungai adalah industri. “Memang pencemaran dari limbah domestik, misal dari deterjen. Tapi yang buat deterjen tidak ramah lingkungan kan ya industri. Kalau mereka produksi deterjen ramah lingkungan ya pasti kita pakai yang itu,” ungkapnya.
Seperti dikutip dalam rilis Humas ITS yang dikirim pada suarasurabaya.net, Jumat, SUPARTO menggambarkan, dari 600 industri yang ada di Surabaya, hanya 150 saja yang mempunyai IPAL.
“Limbah-limbah industri yang tak ber-IPAL ini dibuang tengah malam, disaat orang-orang pada tidur. Kejadian ini sudah banyak direkam tapi tetap saja tidak ada tindakan tegas,” lanjutnya.
Karenanya, SUPARTO mengusulkan agar dibentuk sebuah badan otoritas pengendalian air. Yang bertanggungjawab terhadap seluruh masalah menyangkut air.
“Daripada sekarang dijalankan 11 lembaga dan saling melempar tanggung jawab, lebih baik buat satu lembaga yang mencakup seluruhnya,” tegasnya. Usulan tersebut saat ini tengah ditindaklanjuti untuk direalisasikan segera.(ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
