
Penggalan bahasa dan budaya selayaknya memiliki makna ganda. Masalah gender dalam bingkai bahasa dan budaya seringkali menjadi isu yang pelik ketika kekuasaan merasuki kesetaraan dan kesederajatan manusia.
Demikian petikan sederhana penelitian ESTHER KUNTJARA yang berhasil meraih prestasi akademiknya yakni sebagai Guru Besar Sastra Inggris di UK Petra Surabaya.
Dalam pengukuhannya pada Jumat, 2 November 2007 mendatang, yang dihelat di Auditorium UK Petra pada pukul 09.00-12.00 WIB, ESTHER akan mengangkat tentang “In Search of Meaning Through Language and Culture” dalam pidatonya.
Pengalaman belajar yang banyak dihabiskannya di negara Paman Sam, membuat ESTHER banyak berhadapan dan kaya akan pengetahuan budaya. Ketertarikannya terhadap masalah gender dimulai ketika dia menginjakkan kaki untuk ke dua kalinya di AS tahun 1993. Demikian berdasarkan siaran pers dari Humas UK Petra pada suarasurabaya.net, Rabu (31/10).
“Saat itu saya mengikuti visiting scholar program dan kemudian saya banyak sit in di kelas-kelas kajian gender”, ujar wanita yang mengambil S2-nya di San Francisco State University, California dan kemudian melanjutkan studi S3-nya di Indiana University of Pennsylvania.
Dalam pengamatan ESTHER, ada tiga perspektif yang dapat digunakan untuk menganalisa gender dan bahasa. Pertama, perspektif ketidakberdayaan atau dominasi pria atas perempuan. Kedua, perspektif perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang sering didasarkan pada stereotype. Bahasa perempuan lebih memperhatikan fungsi afektif/perasaan, sedang laki-laki bersifat informatif.
Ketiga, pemaknaan bahasa laki-laki dan perempuan ditinjau dari perspektif identitas. Identitas perempuan yang menjalankan profesi seorang dosen misalnya tentu berbeda dengan ketika ia pulang ke rumah dan berperan sebagai seorang ibu. Setiap peran yang dibawakan akan membawa konsekuensi penggunaan bahasa yang sesuai dengan perannya.
“Bagaimana dengan perempuan Indonesia?” ESTHER menekankan, “Silakan perempuan Indonesia memilih”. Bargaining position perempuan Indonesia dalam struktur masyarakat modern menentukan kedudukan perempuan dalam konteks relasi gender dan bahasa.
Perempuan Indonesia saat ini sudah banyak yang menjalankan multi tasks role baik sebagai ibu rumah tangga maupun juga wanita yang berkarier di luar rumah sehingga perempuan bukan lagi masyarakat kelas dua dan semakin jelas kiprahnya bagi masyarakat.(ipg)