
Khawatir bisa mempengaruhi pasokan migas di Jatim, pasca diduduki warga Pagerungan, sumur migas Energi Mega Persada (EMP) Kangean dioperasikan kembali.
Dilaporkan reporter TEMY ANDANI reporter Radio Nada Sumenep pada Jaring Radio Suara Surabaya, Rabu (10/01), Komisaris Polisi JUSUF SUDARMODJO Wakapolres Sumenep mengatakan, setelah negosiasi dengan korlap aksi massa, ribuan massa yang menduduki EMP Kangean sejak Sabtu (06/01) lalu akhirnya membubarkan diri dengan jaminan Wakapolres memfasilitasi dan menyampaikan 6 tuntutan warga ke EMP Kangean.
Warga Pagerungan diantaranya menuntut supaya pihak PT EMP memberikan sebagian hasilnya untuk pembangunan Pagerungan sebesar Rp2 miliar setiap tahun. Menurut Wakapolres, ia hanya memfasilitasi mengingat saat warga berunjuk rasa pada Sabtu lalu personel EMP memilih kabur dan tidak menemui pengunjukrasa.
Hal ini yang berbuntut pendudukan kantor EMP Kangean dan membuat EMP Kangean menghentikan produksi gas. Padahal penghentikan produksi gas ini dikhawartikan bisa mempengaruhi pasokan migas di Jawa Timur. Tapi EMP sejak Selasa (09/01) kemarin sudah mengeporasikan sumur migas mereka setelah massa meninggalkan lokasi.
Aksi demo tersebut sempat menyedot perhatian banyak pihak bahkan Kombes Pol BADRUN ARIPIN Kapolwil Madura turun langsung menyaksikan unjuk rasa tersebut. Padahal lokasi EMP Kangean harus ditempuh dengan perjalanan laut selama 12 jam dari Sumenep.
Sementara dari hasil pertemuan Muspida, Tim community Development EMP dan BP Migas disepakati Rabu (10/01) pagi ini wakil dari warga Pagerungan akan ke Surabaya untuk bertemu EMP Kangean membicarakan tuntutan mereka.
Seperti diberitakan Antara, dDalam aksi unjuk rasa sejak Sabtu (06/01) itu, warga bertekad untuk bertahan di lokasi pengeboran sampai tuntutannya dipenuhi. Warga menuntut dilibatkan dalam proyek pengeboran dan menuntut fasilitas umum melalui dana Community Development (Comdev) dari PT EMP selaku pelaksana pengeboran migas yang sudah 18 tahun beraktivitas.
Menurut pengunjukrasa, kondisi masyarakat Pagerungan Besar dan Pagerungan Kecil sangat memprihatinkan, kemudian kondisi jalan desa, dermaga yang hancur, serta fasilitas listrik tidak pernah diperhatikan BP Migas dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat, padahal warga Pagerungan mempunyai hak untuk mendapatkan sebagian hasil alamnya yang dikeruk itu.
“Meski warga Pagerungan tidak tahu pasti berapa rupiah yang diambil dari potensi alam Pagerungan, tapi yang pasti Pagerungan adalah penyumbang terbesar dalam hal PAD, karena itu kami menuntut BP Migas dan pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp2 miliar setiap tahun, untuk pembangunan Pagerungan,” tegas MOH SALIM, seorang pengunjukrasa.(ziq)