
Senin (03/09) bagian tembok bekas Rumah Tahanan Militer (RTM) Koblen disisi jalan Pirngadi, persis berhadapan dengan deretan pedagang buah dan jasa cuci motor, terlihat berlubang. Sisa bongkaran bangunan tembok itu persis dibawahnya. Bagian yang berlubang ditutupi dengan gedhek.
“Nggak tahu saya. Kemarin kayaknya memang ada orang kerja, tapi nggak tahu kalau mereka membongkar tembok itu. Tadi pagi ada beberapa orang terus selesai sebelum jam 12. Sekarang nggak tahu kemana pekerjanya,” ujar H. SYAIFUL satu diantara pemilik kios buah dijalan Pirngadi itu.
Beberapa pedagang buah lainnya, saat ditemui suarasurabaya.net, menyampaikan hal yang sama. Mereka mengaku tidak tahu pembongkaran tembok bangunan yang diperkirakan sudah berdiri sejak jaman penjajahan Belanda di Surabaya tersebut.
Dihubungi lewat selulernya, OEI HIEM HWIE, 71 tahun, mengaku kaget mendengar kabar bangunan RTM Koblen dibongkar. Bangunan yang dianggap memiliki nilai sejarah dan merupakan bagian dari peradaban Kota Surabaya itu seharusnya dijaga.
“Kok bisa begitu ya. Itu bangunan cagar budaya. Itu bagian dari sejarah kota Surabaya. Sayang kalau dibongkar,” ujar Pak WIE sapaan OEI HIEM HWIE saksi sejarah yang juga pemilik Yayasan Medayu Agung itu pada suarasurabaya.net, Senin (03/09).
RTM Koblen atau biasa disebut penjara Koblen, menurut Pak WIE, merupakan tempat tahanan orang-orang yang terlibat urusan politik dizaman orde lama serta menjelang pergantian rezim menuju orde baru. Juga digunakan sebagai penjara transit bagi mereka yang akan ‘dibuang’ ke Nusakambangan atau Pulau Buru.
“Zaman setelah Gestapu atau Gestok meletus tahun 1965, saya pernah ditangkap dan dijebloskan ke penjara Koblen. Itu sebelum saya dibuang ke pulau Buru dan kemudian ke Nusakambangan. Tetapi yang lebih penting, penjara Koblen bagian dari cagar budaya kota Surabaya, sayang kalau dibongkar,” pungkas OEI HIEM HWIE, 71 tahun pada suarasurabaya.net.(tok)