Kamis, 23 Mei 2024

Wasiat M Nuh Jika Tak Lagi Jabat Menteri

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan
M Nuh, Menteri Pendidikan bersama Arief Yahya, Direktur Utama PT Telkom (kiri) saat memberikan wejangan bagi beberapa mahasiswa ITS. Foto : Taufik suarasurabaya.net

Membangun sektor pendidikan tidak bisa hanya diselesaikan dalam satu masa pemerintahan. Pernyataan ini disampaikan M Nuh, Menteri Pendidikan karena sebentar lagi dia tak lagi menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Menurut dia, tugas utama Menteri Pendidikan harus melanjutkan program memperluas kesempatan seluruh anak Indonesia untuk bersekolah. “Sekolah harus terjangkau dan gedungnya juga harus bagus,” kata M Nuh, di sela-sela launching Digital Innovation Lounge (Dilo) di Plasa Angka ITS, Rabu (8/10/2014).

Saat pertama kali menjabat Menteri Pendidikan, M Nuh mengatakan jika Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi di Indonesia sangatlah buruk. Dari data yang ada, pada tahun 2004 saja APK hanya 14 persen. Artinya dari 100 anak Indonesia usia 19-23 tahun hanya 14 anak yang kuliah.

“Saat ini alhamdulillah sudah naik, pada 2013 kemarin APK sudah mencapai 29,9 persen. Artinya sejak 10 tahun terakhir, terutama lima tahun terakhir, APK perguruan tinggi luar biasa naiknya,” ujarnya.

Meski APK hapir 30 persen, tapi M Nuh menilai angka ini masih sangat kurang karena setidaknya masih ada 68 persen anak tidak kuliah. Dan inilayang dia harapkan bisa dilanjutkan oleh siapapun menteri yang akan menggantikannya.

“Saya habis ini berhenti (berhenti dari Menteri), yang paling bagus ya nulis wasiat, ibarat orang meninggal dan ini mungkin wasiat saya,” kata M Nuh.

Selain itu, M Nuh mengatakan ada beberapa wasiat lainnya yaitu adanya pemerataan pendidikan khususnya di daerah perbatasan Indonesia. Harapannya, pendidikan semakin terjangkau dan bisa hadir di dekat masyarakat.

Khusus untuk Guru, dia mengaku telah berusaha untuk meningkatkan kompetensi dengan melakukan berbagai pelatihan bagi guru.

Dia mencontohkan, saat dilakukan kompetensi guru pada tahun 2012 saat ini nilai rata-rata guru hanyalah 45. Bahkan hasil tes kurikulum juga hanya 43 persen. Artinya saat itu banyak guru yang tak memenuhi kompetensi.

Saat ini tes kurikulum rata-rata nilainya sudah 71. Dari penilaian kementerian pendidikan, mayoritas guru ternyata masih bingung untuk memberikan penilaian terhadap muridnya.

“Dulu itu kalau mbiji (menilai) kan numerik kuantitatif, jadi nilainya 6, 7, 8, sekarang berubah bukan hanya numerik tapi harus kualitatif deskriptif,” kata M Nuh.

Dengan model kualitatif deskriptif, maka kekurangan murid bisa diketahui tidak hanya dengan angka. Dan penilaian model inilah yang ternyata tak dikuasai oleh mayoritas guru yang ada.

Yang pasti M Nuh mengatakan selama menjadi menteri setidaknya ada dua hal yang menurut dia sangat membanggakan dan melelahkan.

“Saya bangga karena telah mengegolkan 20 persen mahasiswa di perguruaan tinggi haruslah anak miskin. Dan ini sudah masuk dalam Undang-undang sehingga perguruan tinggi negeri saat ini harus menggratiskan 20 persen mahasiswanya terutama yang miskin,” kata dia.

Sedangkan hal yang paling melelahkan adalah proses penyusunan kurikulum. “Yang paling berat itu kurikulum karena menyangkut eksplor intelektual luar biasa. Energi intelektual yang luar biasa mulai 2011, kita kerja kurikulum kita terus diskusi dan debat,” ujarnya. (fik/rst)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Evakuasi Kecelakaan Bus di Trowulan Mojokerto

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Surabaya
Kamis, 23 Mei 2024
31o
Kurs