Hariyono Kepala Desa Selok Awar-awar (non aktif) dan Mad Dasir, terdakwa kasus pembunuhan terhadap Salim Kancil aktivis tambang pasir Lumajang, menjalani sidang tuntutan di ruang Candra, Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (19/5/2016).
Dalam sidang ini, keduanya duduk di kursi persidangan berperan sebagai otak pembunuhan terhadap Salim Kancil. Dimana Hariyono memerintahkan Mad Dasir agar mengerahkan anak buahnya untuk melarang Salim Kancil, melakukan aksi unjukrasa.
“Menuntut kedua terdakwa dihukum seumur hidup. Sesuai dengan perbuatannya kedua terdakwa melanggar pasal 340 KUH Pidana juncto 55 dan 170 ayat 2, yang dengan sengaja melakukan pembunuhan secara berencana,” kata Doddy Gazali Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Lumajang, Kamis (19/5/2016).
Tuntutan yang memberatkan keduanya, karena terdakwa dengan sengaja melakukan dan merencanakan pembunuhan, menghilangkan nyawa orang lain secara terang-terangan, dianggap meresahkan masyarakat sekitarnya.
“Dari perbuatan kedua terdakwa menyebabkan penderitaan keluarga korban berkepanjangan. Pertimbangan yang meringankan, kedua terdakwa tidak pernah melakukan kejahatan dan baru kali sekali ini,” ujar dia.
Mendengar tuntutan tersebut, Adi Riwayanto kuasa hukum kedua terdakwa akan mengajukan pembelaan. “Kami minta sidang pembelaan dilakukan dua pekan depan,” kata Adi Riwayanto.
Kasus tambang pasir Lumajang itu terjadi di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, pada Sabtu 26 September 2015. Saat itu, puluhan kelompok protambang ilegal mengeroyok Salim Kancil dan Tosan karena dinilai menolak aktivitas tambang ilegal yang dikelola Hariyono Kepala Desa Selok Awar-awar (non aktif).
Pengeroyokan itu dilakukan secara berencana atas perintah Hariyono. Akibatnya, Salim tewas akibat pengeroyokan tersebut, sedangkan Tosan mengalami luka serius dan harus menjalani perawatan medis di rumah sakit terdekat. (bry/rst)