Lima mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB) Malang menciptakan pohon elektrik (electronic tress/Electrees), yakni prototipe perangkat pohon elektrik tenaga surya sebagai solusi penyerapan udara menggunakan silica aerogel.
“Penemuan pohon elektrik ini berawal dari keprihatinan kami terhadap polusi udara yang disebabkan kebakaran hutan di sejumlah daerah di Tanah Air. Karena kondisi serupa terus terulang, kami terinspirasi membuat pohon elektrik,” kata Muhammad Fatahilah Ketua Tim Peneliti Pohon Elektrik di Malang, Jawa Timur, lansir Antara, Minggu (5/6/2016).
Selain Fatahillah, empat mahasiswa Fakultas Teknik (FT) lainnya yang bergabung dalam tim tersebut adalah Hasan (Teknik Elektro), Rosihan Arby Harahap (Teknik Elektro), Lutfiyatul Maftukhah (Teknik Industri), dan Hafiz Tandiyanto Putra (Teknik Kimia). Tim Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) menciptakan pohon elektrik dengan dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).
“Prinsip kerja alat ini terdiri dari dua sistem. Sistem pertama adalah fotosintesis untuk menghasilkan energi listrik secara mandiri, sedangkan yang kedua adalah sistem respirasi yang berfungsi mengisap polusi udara berupa CO2 ataupun CO,” kata Fatahillah.
Sistem fotosintesis ini, lanjutnya, terdiri dari panel surya yang berfungsi mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Energi listrik inilah yang digunakan untuk memberikan tenaga kepada perangkat. Daya keluaran yang dihasilkan oleh alat ini sekitar 30 Watt.
Electrees dilengkapi lampu yang berfungsi penerangan di malam hari. Sementara sistem kedua adalah sistem respirasi yang terdiri dari silica aerogel berbentuk granul sebagai media absorbsi. Fungsinya untuk menyerap dan mengendapkan CO2 ataupun polusi udara lainnya dan membiarkan udara bebas keluar melewatinya.
Ia memaparkan silica aerogel mempunyai kapasitas penyerapan 1,2 gCO2/gadsorbent. Dibanding zat lain yang berfungsi serupa, seperti karbon aktif dan zeolit, silica aerogel lebih besar daya serapnya.
“Prototipe electrees ini memiliki 500 gr silica aerogel,” ujar Hafidz anggota tim yang bertanggung jawab dalam pengembangan sistem respirasi perangkat.
Hafidz menjelaskan, kelebihan lainnya, ketika silica aerogel telah menyerap CO2 sampai titik jenuh, pengguna hanya perlu memanaskan kembali dan siap dipergunakan kembali.
Saat ini, tim sedang bekerja keras mengembangkan tracking system perangkat agar energi yang ditangkap dari sinar matahari lebih efektif. Tim optimistis, dalam waktu dekat tracking system dapat difungsikan.
“Ketika pagi hari tracking akan menghadap timur, lalu mengikuti matahari sampai sore hari. Ketika sore hari, akan lurus menghadap ke atas. Ketika posisi tegak lurus, lampu akan menyala selama satu malam,” kata anggota tim lainnya, Hasan.
Untuk pengembangan prototype, kata Hasan, sejauh ini tim telah menghabiskan dana Rp4 juta. “Untuk aplikasi di lapangan kemungkinan dibutuhkan ukuran yang lebih besar lagi,” ujar anggota tim lainnya, Rosihan.
Tim bimbingan Nurusaadah dosen Unibra ini berharap, bisa bekerja sama dengan pemerintah dan mengaplikasikan electrees di jalan raya atau pusat industri untuk mengurangi kadar polusi udara, disamping sebagai penerangan jalan raya.
“Terlebih dengan melimpahnya kendaraan bermotor seperti sekarang ini, bisa dipastikan polusi udara semakin meningkat,” kata Lutfiyatul salah satu anggota tim.(ant/den/dwi)