Sabtu, 20 April 2024

Kurikulum Pendidikan Harus Diserahkan ke Daerah

Laporan oleh Agung Hari Baskoro
Bagikan
Sulistyanto Soejoso Pengamat Pendidikan saat ditemui usai menghadiri seminar di kampus UIN Sunan Ampel, Surabaya, Jumat (16/11/2018). Foto: Baskoro suarasurabaya.net.

Sulistyanto Soejoso Pengamat Pendidikan menyebut kurikulum pendidikan sudah waktunya diberikan ke daerah-daerah. Ia menyebut, saat ini kurikulum yang bersifat terpusat sudah ketinggalan zaman. Menurutnya, kurikulum pendidikan terpusat bisa mencerabut siswa dari akar budaya di daerahnya.

“Sudah tidak zamannya lagi kurikulum terpusat. Kalau pusat masih ingin ikut campur, bagilah porsinya. Pusat cukup 25 persen, 25 persen lagi provinsi, dan 50 persennya daerah. Supaya pendidikan tidak mencerabut siswa dari akar budaya lingkungannya, seperti yang terjadi saat ini,” kata Sulis yang ditemui usai menghadiri seminar di kampus UIN Sunan Ampel, Surabaya, Jumat (16/11/2018).

Ia menyebut, di abad 21 ini, daerah sudah saatnya diberi wewenang membuat kurikulum sesuai dengan potensi daerahnya. Terkait standarisasi kualitas pendidikan se-Indonesia, ia menyebut, penyeragaman kualitas pendidikan adalah hal yang sulit dilakukan.

“Fitrah manusia itu unik, satu dengan lainnya tidak sama. Sehingga ketika terjadi penyeragaman, akan menghilangkan keunikan itu,” kata mantan anggota dewan pendidikan Jawa Timur tersebut.

Ia menyebut, penyeragaman kurikulum sangat beresiko. Jika terjadi kegagalan, maka pendidikan se-Indonesia akan gagal. Ia mengklaim, kurikulum pendidikan yang dibuat sendiri oleh daerah akan lebih baik. Ia menambahkan, jika ada daerah yang memang belum mampu membangun kurikulum sendiri, pusat memiliki tanggung jawab untuk melakukan pembinaan.

Ia menilai, saat ini orientasi kurikulum pendidikan harusnya sudah tidak lagi berbicara tentang mata pelajaran. Pendidikan abad 21 harusnya bisa menciptakan kurikulum yang memungkinkan siswa membuat kurikulumnya sendiri. Teknisnya, di kurikulum ini, siswa yang akan membuat kurikulum sendiri yang cocok dengan dirinya. Pihak sekolah/kampus lah yang bertugas menyediakan tenaga pendidik yang sesuai.

“Pendidikan di abad 21 tidak bisa disamakan dengan pendidikan di abad 20 apalagi abad 19. Tapi pola pikir kita masih di situ. Yang terjadi di sekolah bukan proses pendidikan, tapi pengajaran. Hanya sekedar transfer of knowledge. Belajar untuk bekerja di dunia industri,” tegasnya (bas/dim)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 20 April 2024
28o
Kurs