Jumat, 29 Maret 2024

Rizal Ramli Laporkan Dugaan Korupsi Impor Pangan yang Melibatkan Pejabat Negara ke KPK

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Rizal Ramli mantan Menko Kemaritiman didampingi sejumlah pengacara memberikan keterangan usai melaporkan dugaan korupsi dalam impor pangan ke KPK, Selasa (23/10/2018), di Kantor KPK, Jakarta Selatan. Foto: Farid suarasurabaya.net

Rizal Ramli mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, hari ini, Selasa (23/10/2018) mendatangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Sekitar 15 orang pengacara ikut mendampingi Rizal Ramli yang bertujuan melaporkan dugaan korupsi di balik kebijakan pemerintah mengimpor sejumlah bahan pangan.

Pantauan di Gedung Merah Putih, Rizal bersama lima perwakilan pengacara, masuk ke ruang pertemuan sekitar pukul 10.30 WIB. Di dalam Kantor KPK, rombongan pelapor diterima Komisioner KPK yang didampingi Direktur Litbang, dan Direktur Penindakan KPK.

Usai melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, Rizal mengatakan potensi kerugian negara akibat impor pangan kali ini lebih banyak ketimbang kasus korupsi impor daging sapi yang melibatkan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Menurut Rizal, kelangkaan bahan pangan di Indonesia sengaja diciptakan, sehingga ada alasan untuk meningkatkan impor melebihi kebutuhan, demi keuntungan oknum tertentu.

Tapi, Rizal Ramli tidak menyebutkan siapa oknum pejabat negara dan pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus impor panganan yang baru saja dilaporkannya ke KPK.

“Oknum pejabat negara ada yang kecanduan impor, karena setiap kali impor ada keuntungan yang dinikmati importir dan oknum pejabat. Kasus kali ini, keuntungannya puluhan kali lebih banyak daripada kasus korupsi impor daging sapi yang melibatkan Presiden PKS,” ujarnya di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (23/10/2018).

Sebelum meninggalkan Kantor KPK, Rizal menyayangkan impor pangan di Indonesia menggunakan sistem kuota, di mana sejumlah perusahaan mendapat alokasi kuota impor beras, gula, bawang putih, daging sapi dan garam.

Sistem kuota impor menyebabkan harga pangan impor dua kali lebih mahal dibanding harga pasaran internasional. Selisih harga atau rente itu diduga dinikmati importir kuota dan oknum tertentu.

Dalam sistem kuota, kata Rizal, sering terjadi mark up penetapan harga, sehingga harga jual di Indonesia lebih mahal ketimbang negara lain.

Rizal mengambil contoh, harga bawang putih impor dari China sekitar Rp6 ribu per kilogram. Dengan ongkos kirim dan biaya lainnya, sampai pelabuhan harga menjadi Rp10 ribu. Tapi, harga eceran tertinggi tahun 2017 di Indonesia mencapai Rp38 ribu per kilogram.

Penetapan harga yang terlalu tinggi itu merugikan konsumen dalam negeri, merugikan para petani seperti petani beras, petani tebu, petambak garam, merugikan negara dan juga perekonomian negara. (rid/bas)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
28o
Kurs