Narapidana lanjut usia (napi lansia) sudah sepantasnya mendapatkan perlakuan khusus karena kondisi dan kebutuhannya yang berbeda dengan klasifikasi napi lainnya.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) memandang pemidanaan terhadap narapidana yang telah berusia lanjut lebih baik dilakukan dengan sistem asimilasi bertahap, dengan menjadikan rumah sebagai tempat pembinaan narapidana (napi) lansia.
Di Indonesia, lapas dan segala pemasalahan yang ada di dalamnya tidak akan pernah ada habisnya untuk dibahas. Berbagai saran dan rekomendasi untuk reformasi sistem pemidanaan juga telah banyak digaungkan.
“Salah satu aspek perbaikan yang juga perlu didorong adalah mengenai pemberian perlakuan khusus terhadap napi lansia, misalnya dengan membuat sebuah peraturan mengenai mekanisme pembebasan yang dapat diberikan secara khusus terhadap napi lansia,” kata Anggara Direktur Eksekutif ICJR melalui pesan singkat yang diterima redaksi, Senin (21/1/2019).
Pada Oktober 2018, Yasonna Laoly Menteri Hukum dan HAM sempat mengungkapkan rencana membuat standard internasional terkait perlakuan terhadap narapidana dan tahanan lanjut usia. Momentum ini bisa menjadi awal yang baik.
Terkait hal itu, ICJR melihat perlu dibuat aturan baru atau penambahan terkait pengaturan khusus bagi napi lansia yang memang berkebutuhan khusus dan dalam kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan untuk tetap di dalam Lapas.
“Harus diakui bahwa dengan masalah beban Lapas dan Rutan di Indonesia mencapai 202 persen pada Desember 2018, maka hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat memang menjadi kendala serius di dalam lapas,” kata Anggara.
Kemudian, aturan itu perlu juga mengatur ketat tim evaluasi, apakah napi lansia memang harus tetap berada di luar Lapas, atau memungkinkan untuk kembali menjalankan hukumannya di dalam Lapas.
Hal itu penting, untuk menutup keran penyalahgunaan kewenangan. Sebab, harus diakui dengan adanya kebijakan ini maka kemungkinan penyalahgunaan sangat terbuka lebar.
Lalu, sistem pengawasan harus ketat. Pada dasarnya Indonesia sudah memiliki mekanisme pengawasan dalam fungsi Hakim Pengawas dan Pengamat (Hakim Wasmat), serta nantinya koordinasi harus tetap dijalankan dalam fungsi Jaksa dan Pemasyarakatan.
Sehingga apabila aturan itu terealisasi, maka sistem koordinasi antar lembaga menjadi satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Selanjutnya, perlu dipahami bahwa perubahan skema pemidanaan tidak kemudian menjadikan Napi lansia bebas, ada beberapa opsi yang bisa digunakan, misalnya membuka peluang agar napi lansia dapat menjalani masa hukumannya di rumah atau tempat kediaman.
“Upaya pengawasan terhadap napi lansia tersebut juga masih sangat mungkin untuk dilakukan, misalnya dengan cara petugas lapas yang berkunjung dengan frekuensi tertentu ke rumah napi lansia yang bersangkutan,” imbuhnya.
Selain itu, apabila ingin sesuai dengan ketentuan internasional, maka harus ada kekhususan untuk napi lansia yang diancam dengan pidana mati.
Secara internasional, eksekusi mati terhadap orang yang berusia lanjut dilarang. Sehingga atas orang-orang yang demikian, Pemerintah jelas harus memikirkan jalan keluar. Salah satunya dengan cara mengevaluasi ketentuan yang mempersulit komutasi pidana terpidana mati.
“Pembuatan peraturan tersebut dapat berlaku secara universal untuk seluruh napi lansia dan mencegah terjadinya diskriminasi terhadap kalangan napi tertentu,” tegas Anggara.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari terakhir media ramai-ramai memberitakan rencana pembebasan napi kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (ABB) oleh Joko Widodo Presiden dengan alasan kemanusiaan, yakni karena usianya yang sudah lanjut.
Sepanjang pengamatan ICJR, selama ini belum pernah ada satu orang napi lansia pun yang mendapat perlakuan khusus sebagaimana yang akan diterima ABB tersebut.
Padahal, dalam kasus lain misalnya, terdapat pula napi lansia Ruben Pata Sambo yang bahkan juga memiliki gangguan kesehatan tepatnya pada salah satu panca inderanya.
Napi kasus pembunuhan yang telah berusia 77 tahun tersebut merupakan terpidana mati yang selama kurang lebih 12 tahun telah masuk dalam daftar tunggu eksekusi.
Solusi itu penting untuk diingat untuk menghindarkan Pemerintah dari dugaan diskriminasi.
“Yasonna Laoly Menteri Hukum dan HAM harus menepati janjinya yang berencana untuk mendorong pemberlakuan standard internasional untuk kebijakan khusus terkait perlakuan terhadap narapidana dan tahanan lanjut usia,” timpalnya.
Sayangnya sampai saat ini, realisasi dari rencana tersebut masih belum terlihat. Oleh karenanya, ICJR kembali mendorong Pemerintah agar bersungguh-sungguh untuk mewujudkan komitmennya tersebut untuk membuat regulasi terkait pemberian perlakuan khusus terhadap napi lansia. (rid/dwi/rst)