Kamis, 25 April 2024

Praktisi Australia dan Inggris Bagi Tips Tumbuhkan Budaya Menulis di Unnar

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Saat kedua praktisi asal Australia dan Inggris berbagi tips tentang menulis ilmiah dengan para civitas academica Universitas Narotama Surabaya. Foto: Istimewa

Di hadapan civitas academica Universitas Narotama (Unnar) Surabaya, Rabu (21/8/2019) dua praktisi asal Australia dan Inggris berbagi tips menulis agar menjadi kebiasaan positif.

Bagi para dosen dan peneliti di lingkungan kampus menulis membutuhkan tenaga ekstra, apalagi jika tulisan diharapkan bisa menembus dan dipublikasikan secara internasional, tentunya dibutuhkan keterampilan.

Di Indonesia memang memiliki tradisi lisan yang lebih kuat dibandingkan dengan menulis. Sejak kecil masyarakat Indonesia justru seringkali dibacakan dongeng dibandingkan dengan belajar untuk membaca sendiri.

Pada Workshop International Higher Education and Research Simposium Cendikia Kelas Dunia yang digelar Fakultas Teknik Sipil Universitas Narotama Surabaya, Rabu (21/8/2019) hal itu menjadi topik pembahasan.

Dua pemateri pada workshop tersebut, yaitu Dr. Bambang Trigunarsyah Suhariadi, B.Sc.,M.T.,PhD dari RMIT, Australia, dan Dr. Dani Harmanto, C.Eng.,B.Eng (Hon).,M.Sc dari University of Derby, Inggris, secara khusus menyampaikan materinya bagi peserta.

Dani sapaan Dr. Dani Harmanto, C.Eng.,B.Eng (Hon).,M.Sc., menyampaikan bahwa menulis akan lebih mudah jika memang sudah menjadi hobi sekaligus passion. Seseorang akan lebih mudah memiliki budaya menulis jika memang sejak awal telah mencintai menulis.

“Mungkin bisa dengan menganalisa keadaan lingkungan sekitar lalu menumbuhkan keinginan untuk mengubah yang buruk menjadi baik dengan meneliti dan menuliskannya menjadi sebuah laporan, sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat,” terang Dani.

Sedangkan Bambang sapaan Dr. Bambang Trigunarsyah Suhariadi, B.Sc.,M.T.,PhD dari RMIT, Australia menyampaikan untuk menumbuhkan budaya menulis di Indonesia tidak bisa instan dan setidaknya membutuhkan 3 tahapan.

“Ketiga tahapan tersebut, yang pertama adalah pemaksaan. Tidak bisa dipungkiri jika tidak dipaksa ya tidak akan bisa terbiasa. Misalnya dipaksa untuk kenaikan jabatan akademik, maka akan menulis. Dipaksa!” terang Bambang.

Selanjutnya adalah dukungan yang kuat dari lingkungan. Bambang mencontohkan, jika peneliti itu dalam lingkup kampus, kampus pun harus memberikan dukungan yang maksimal agar yang bersangkutan punya kesempatan untuk membuat tulisan.

“Dan yang terakhir adalah jika budaya menulis itu perlu ditumbuhkan pada kalangan kampus khususnya untuk mahasiswa, maka kampus harus membentuk sebuah kurikulum yang mengharuskan mahasiswa untuk menulis. Ini penting dipraktekkan,” tegas Bambang.

Selain menumbuhkan budaya menulis, hal yang lebih penting dalam penulisan jurnal, tambah Bambang adalah bagaimana menyampaikan penelitian yang rumit dalam bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam.

“Jurnal ternilai kurang berhasil jika orang awam sulit mengerti apa yang sebenarnya dilakukan atau diteliti oleh penulisnya. Ini persoalan tersendiri dna perlu juga mendapatkan perhatian, agar jurnal dapat dipahami oleh masyarakat umum secara luas,” kata Bambang.

Bambang lalu menyampaikan tips agar peneliti atau dosen yang akan menulis jurnal tidak mengalami kesulitan, antara lain wajib memiliki strategi atau rencana yang terstruktur, serta menganalisa judul-judul jurnal sesuai kebutuhan. Kemudian mulai menulis.

“Setelah menulis, jangan lupa minta komentar terkait writing goals. Selain komentar dari orang lain juga harus mulai mencari komentar atau feedback dari reviewer jurnal. Yang terpenting juga jangan putus asa,” pungkas Bambang.(tok/dwi)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 25 April 2024
26o
Kurs