Rabu, 24 April 2024

SHT Kampung Londo Ajak Lihat Modifikasi Eropa di Surabaya

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Peserta SHT Kampung Londo didepan Grahadi Surabaya. Foto: Istimewa

Tematik tur Surabaya Heritage Track (SHT) Kampung Londo, ajak masyarakat melihat bangsa Eropa memodifikasi Surabaya melalui Jalan Rajawali, Jembatan Merah, dan Tunjungan.

Aksi Mataram untuk menginvasi Surabaya pada kurun 1620-1625, serta perjanjian yang dilakukan antara Pakubuwono II dengan VOC pada 1743 berdampak signifikan, yaitu dilepasnya Surabaya menjadi wilayah yang dikuasai VOC.

Masuknya Belanda sebagai penguasa Surabaya dan ditempatkannya Gezaghebber van den Oosthoek (Gubernur Letnan Ujung Timur ) mengubah banyak hal demi memenuhi kepentingan politik dan perdagangan, utamanya memindahkan letak pusat pemerintahan mendekati muara Kalimas di Utara.

Pembangunan infrastruktur dan fasilitas lain dibangun untuk mendukung pemerintahan seperti benteng, pos jaga, gudang amunisi dan mesiu, pekantoran, pergudangan juga gereja.

Di tahun 1866 peraturan segregasi etnis (wijkenstelsel) yang mewajibkan tiap-tiap etnis (China, Arab dan Melayu) untuk menetap di Timur Kalimas diberlakukan. Pemerintah Hindia Belanda menciptakan kampung nya sendiri.

Fungsi Surabaya sebagai collecting center pada masa pemberlakukan cultuurstelsel berakibat langsung pada bentuk struktur wajah kota Surabaya secara keseluruhan.

Dari periode inilah adanya sebutan beneden stad (kota bawah) yang merujuk pada sisi Utara di sekitar Jembatan Merah sebagai sentra bisnis, serta boven stad (kota atas) di sisi Selatan sebagai kawasan hunian orang-orang Eropa di sekitar Gubeng, Ambengan, Keputran, Darmo dan Ketabang.

Perluasan wilayah kota diawali dengan dibongkarnya tembok kota pada 1871 dan semakin masif seiring ditetapkannya Surabaya sebagai gemeente (kotamadya) pada 1906 serta dibangunnya stadhuis (kantor pemerintahan) baru di Ketabang.

Di masa ini kawasan selatan kota berkembang pesat menjadi pusat pemerintahan, hiburan dan permukiman elit bagi orang-orang Eropa.

Melalui program tematik tur Surabaya Heritage Track (SHT) Kampung Londo yang diadakan selama tanggal 20 Desember 2019 sampai dengan 19 Januari 2020, mengajak masyarakat untuk merasakan kembali bagaimana bangsa Eropa menduduki dan memodifikasi Surabaya dengan melihat serta mengunjungi tempat bersejarah terkait seperti kawasan Jalan Rajawali, Jembatan Merah, serta Jalan Tunjungan.

Jalan Rajawali, pada masa pemerintahan Hindia Belanda, bernama Heerenstraat (Jalan Para Tuan). Jalan ini merupakan satu diantara jalan utama baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda, maupun saat ini.

Pada tahun 1905 pusat Kota Surabaya terletak di jalan ini sehingga jalan ini menjadi pusat dari segala kegiatan ekonomi maupun pemerintahan. Karena inilah di Jalan Rajawali banyak berdiri bangunan tua yang berfungsi sebagai perkantoran seperti Gedung Internatio yang digunakan oleh Asosiasi Perdagangan dan Kredit Internasional Rotterdam dan Gedung Cerutu yang ditempati oleh Algemeen Syndicaat van Suikerfabrikanten in Nederlandsch-Indie.

Jembatan Merah merupakan daerah perniagaan yang mulai berkembang sebagai akibat dari Perjanjian Paku Buwono II dari Mataram dengan VOC pada 11 November 1743. Dalam perjanjian itu sebagian daerah Pantai Utara, termasuk Surabaya, diserahkan penguasaannya kepada VOC. Jembatan Merah juga sebagai pemisah antara daerah tempat tinggal etnis Belanda dengan etnis pendatang seperti etnis China, Arab dan Melayu.

Jalan Tunjungan, di tahun 1923 telah menjadi satu diantara pusat komersial Kota Surabaya. Perusahaan perdagangan besar dari Inggris, Whiteaway Laidlaw & Co, memutuskan untuk membangun sebuah toko diujung utara Jalan Tunjungan ini.

Toko inilah yang kemudian menjadikan Tunjungan semakin terkenal sebagai pusat perbelanjaan. Selain itu terdapat juga toko serba ada yang bernama Aurora yang berganti menjadi gedung bioskop, Toko Mattalitti yang menjual piringan hitam gramophone dan terdapat Hotel Oranye yang merupakan hotel terkenal yang sekarang menjadi Hotel Majapahit.

Tur tematik SHT (Surabaya Herritage Track) diselenggarakan pada periode-periode tertentu guna memperkenalkan sejarah kota Surabaya serta berbagai bangunan dan kawasan yang memiliki nilai sejarah tinggi.

Sejak 2010 SHT telah menyelanggarakan 47 tur tematik dan mengunjungi lebih dari 70 bangunan cagar budaya baik museum, institusi pemerintahan dan swasta, tempat peribadatan, monumen, kampung, pasar, perpustakaan, pabrik, dan lain sebagainya.

Hal tersebut juga menginisiasi Heritage Walk dengan nama Klinong-klinong ning Suroboyo yang menjadi pengembangan SHT dengan mengajak Trackers untuk secara langsung berinteraksi dengan masyarakat sekitar.(tok/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Rabu, 24 April 2024
29o
Kurs