Selasa, 23 April 2024

Persi Jatim Sepakat Kebijakan Tarif Rapid Test Dibawah 150 Ribu, Asal Ada Barangnya

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Ilustrasi rapid test/ tes cepat. Foto: Purnama suarasurabaya.net

Dr  Dodo Anondo Ketua Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jatim mengatakan, seluruh RS di Jatim mendukung kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tentang tarif rapid test antibodi tak lebih dari Rp150 ribu. Asal, dia ingin kepastian dari Kemenkes bisa membantu mencarikan alat rapid test yang harganya di bawah Rp150 ribu.

“RS di Jatim siap mendukung yang dianjurkan Pemerintah, yang penting barangnya ada. Persi mendukung, asalkan Kemenkes sudah menyiapkan barangnya,” ujar Dodo saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Kamis (9/7/2020).

Menurut Dodo, Persi telah berkoordinasi dengan Kemenkes terkait kebijakan baru ini. Menurut dia, Persi juga telah mengusulkan agar Kemenkes memberikan alternatif solusi dengan mencarikan rapid test kit dengan harga lebih murah.

“Kemenkes akan mencarikan dengan harga Rp80-Rp100 ribu tapi barangnya belum ada. kalau barang belum ada kami tidak bisa mengajak RS untuk menerapkan langsung kebijakan ini,” katanya.

Dodo mengaku, sebetulnya berulangkali pihaknya mendapat masukan dari masyarakat dan dari rumah sakit. terutama terkait penerapan screening Covid-19 di Rumah Sakit bagi pasien maupun tenaga kesehatan. Karena di Jatim tidak ada RS yang khusus hanya menangani Covid-19.

“Maka yang mau periksa tetap diterima asalkan pakai masker, protokol kesehatan, dan untuk memastikan tidak kena covid atau tidak , maka dirapid test,” kata Dodo.

Masalahnya kemudian, kata Dodo, biaya rapid test (untuk pasien umum) ini tidak ada yang dari Pemerintah. Bahkan BPJS pun tidak mengcover karena tidak masuk paket. Tapi tetap dilaksanakan oleh RS karena untuk demi keamanan petugas kesehatan.

“Hanya saja, masing-masing RS itu membeli alat rapid test dari berbagai macam distributor yang dapat ijin Kemenkes, dengan harga berbeda-beda. Ada harga Rp350 ribu hingga Rp600 ribu itu hanya kit rapid test saja. Tenaganya tidak dihitung itu. Misalnya ada harga Rp350, ditambah biaya lain ada yang sampai Rp400 ribu,” kata Dodo.

Dodo mengatakan, keluhan masyarakat dan Rumah Sakit ini telah disampaikan ke Kemenkes, dengan usulan hendaknya Kemenkes membiayai. Tapi, Kemenkes mau membiayai rapid test hanya untuk daerah klaster pandemi. “Kalau untuk pasien lain tidak,” katanya.

Sekarang ini, banyak RS yang telanjur memiliki stok alat rapid test dengan harga di atas Rp150 ribu. Dodo meminta ada kebijakan pemerintah untuk membantu menjembatani dengan distributor agar bisa dikembalikan.

“Kalau bisa dikembalikan ke distributor. Manajemen RS akan senang sekali kalau ini bisa. Bahkan 50 persen saja dikembalikan sudah seneng,” katanya.

Sementara sebagai pelaksana, dokter merasa sulit menerapkan harga rapid test senilai yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Bagi kami yang ada di lapangan itu sulit.  Memang beredar beberapa info rapid test diproduksi dalam negeri dengan harga 75 ribu per trip, cocok kalau 150. Masalahnya barang itu belum ada di pasaran. Pengalaman saya beli satu box untuk saya pakai sendiri. Saya dapat merk China fluorocore 1 box 4 juta dengan PPN 10 persen 4.400 isinya 20 strip,  jadi wajar kalau dipatok harga Rp.350 ribu karena harganya sudah mahal. Belum lagi pakai hazmat dan APD, serta tenaganya,” terang Dr Krisna, salah satu tim medis yang bekerja di RS Mojosari.

“SE yang dikeluarkan per 6 juli,  seyogyanya harus dimbangi dengan keluarnya barang di lapangan. Kasian RS swasta yang sudah stok banyak, pasti menjual dari harga distributor yang tinggi. Di lapangan pasti mengalami dilema,” tambahnya.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan menetapkan batas maksimal tarif pemeriksaan rapid test sebesar Rp150 ribu. Penetapan tarif tersebut berlaku mulai tanggal 6 Juli 2020.

Besaran biaya tersebut diatur dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Tes Antibodi.

dr. Bambang Wibowo Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan mengatakan bahwa besaran tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan rapid test atas permintaan sendiri. Selain itu, pemeriksaan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. (bid/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Selasa, 23 April 2024
29o
Kurs