Di tengah ribuan massa aliansi Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jatim, ada Nur Hidayat seorang petani asal Desa Sumberagung Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, yang turut serta dalam aksi tolak Omnibus Law di Surabaya, Rabu (11/3/2020). Dia menilai RUU Omnibus Law sangat berbahaya jika disahkan dan diberlakukan di Indonesia.
Menurut dia, ada beberapa pasal di RUU Omnibus Law diprediksi memperi kesempatan luas bagi investor mengesploitasi Gunung Tumpang Pitu dan Salakan, Banyuwangi. Saat ini gunung tersebut sudah dikeruk dan ditambang emasnya oleh PT BSI dan PT DSI.
Dayat sapaan Nur Hidayat mengatakan, Omnibus Law berpotensi merampas hak-hak para warga dan petani di kawasan Tumpang Pitu. Karena dalam salah satu poin dalam draft rancangan undang-undangnya, kewajiban izin analisis dampak lingkungan (Amdal) tidak lagi diwajibkan.
“RUU akan meniadakan amdal. Ada (Amdal) saja dimanipulasi. Lalu, kalau gak ada seperti apa,” ujarnya di atas mobil komando.
Dayat yang mengaku mengayuh sepeda angin dari Banyuwangi ke Surabaya ini menilai pemerintah seperti malaikat pencabut nyawa bagi rakyatnya. Tapi sebaliknya, di hadapan investor atau pemodal, seolah bagai malaikat pembuka pintu surga.
“Mereka (pemerintah) bukakan pintu surga bagi pemodal. Kita tolak Omnibus law,” pekik Dayat.
Sebelumnya, Dayat juga telah menggelar aksi mengayuh sepeda dari Banyuwangi ke Surabaya bersama 12 warga Sumberagung. Dia sempat melakukan aksi mogok makan karena tidak ditemui Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim. Aksi mogok makan itu berhenti setelah Khofifah membukakan pintu untuk Dayat. Pertemuan dilakukan di Gedung Negara Grahadi saat itu.
Sementara itu, Rere Kristanto Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim menilai isi dari draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja sangat mengancam kelestarian lingkungan hidup. Peran rakyat sangat terbatas karena pengelolaan lingkungan jadi kewenangan pemerintah pusat.
Berikut ini poin bermasalah Omnibus Law menurut kajian Walhi:
1.Liberalisasi perizinan tanpa prasyarat ekologi lingkungan. Tidak ada prasyaratnya sosial, ekonomi, dan amdal.
2. Hilangnya izin lingkungan. Padahal prasyarat perusahaan harus menjalani tata kelola yang baik. Dengan tidak adanya izin lingkungan tidak ada komitmen.
3. Melalui Omnibus Law, investor boleh ajukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) selama pemda tidak mengajukan. Akhirnya akan saling mendahului antara investor dengan pemda.
4. Hilangnya prasyarat 30 persen kawasan hutan di setiap Provinsi. Ada potensi seluruh kawasan hutan di buka untuk investasi karena tidak ada lagi untuk mempertahankan 30 persen kawasan hutan.
5. Membesarnya semangat otoritarianisme dari eksekutif. Setiap perubahan aturan bisa dilakukan pemerintah pusat. Izin pembuangan limbah akan ditarik ke pemerintah pusat. (bid/rst)