Jumat, 26 April 2024

Keluarga Prasejahtera di Surabaya Tak Mampu Akses Alat Bantu Dengar untuk Balitanya

Laporan oleh Manda Roosa
Bagikan
Khoriyah, menemani sang cucu Alfarizki di kamarnya yang sempit di Jalan Sombo kawasan Pegirian, Senin(29/11/2021) Foto: Manda Roosa suarasurabaya.net

Alfarizki bocah yang belum genap tiga tahun ini tergolek lemah di tempat. Balita yang ditinggal sang ibu sejak usia 40 hari ini diasuh oleh Khoriyah, neneknya, di sebuah kamar sempit di Jalan Sombo, kawasan Pegirian, Surabaya.

Ayah Alfarizki sebelumnya berprofesi sebagai pengemudi angkot, tapi kondisinya saat ini menganggur karena terdampak pandemi.

Kakek Alfarizki sehari-harinya menjadi tukang becak dan mangkal di Pusat Perbelanjaan ITC.

Rizki, sapaan balita ini baru disadari jika menderita gangguan pendengaran dan tuna wicara beberapa minggu terakhir ini, sebenarnya keterlambatan Rizki sudah disadari sejak lama, tapi sang nenek dan lingkungan sekitar menganggap sebagai hal yang wajar.

“Sebenarnya saya merasa cucu saya, kok beda sama anak lain, ini sudah dua tahun lebih belum bisa ngomong, kalau dipanggil juga tidak merespon, tapi orang-orang bilang itu wajar karena banyak anak-anak yang begitu,” kata sang nenek.

Dan baru tiga minggu lalu, neneknya berinisiatif membawa Rizki ke RSAL. Dr Ramelan, dari sini diketahui jika Rizki menderita tuna rungu dan tuna wicara.

“Sama dokter disarankan untuk membeli alat bantu dengar, harganya sekitar 22 juta rupiah, itupun yang paling murah, ” kata Khoriyah.

Ia pun mencoba menggunakan BPJS namun hanya tercover Rp1 juta saja. “Uang dari mana, lah wong bapaknya saja makan masih ikut saya karena menganggur,” kata Khoriyah yang membuka warung kecil di depan rumahnya, berjualan minuman sachet.

Khoriyah mencoba mencari bantuan ke Puskesmas dan disarankan gabung wahana visi Posyandu namun ditolak karena penuh, lalu disarankan ke Dinas Sosial, “Ya, cuma disarankan gitu sama orang-orang,” ujarnya.

Khoriyah mengaku bingung harus bagaimana dan tidak tahu cara mengurusnya, meski dia memiliki Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Surabaya.

Soal bantuan, Khoriyah mengaku pernah mendapat bantuan uang dari Program Keluarga Harapan (PKH), tapi sudah setahun ini tidak mendapatkan lagi, “Jumlahnya Rp250 ribu tiap bulan,” ungkapnya. Demikian juga bantuan beras, terakhir diterima pada bulan Oktober.

Kini ia hanya bisa pasrah dengan kondisi cucunya. Meski Rizki tidak bisa mendengar, ia tetap mengajaknya berbicara seperti anak normal lainnya. “Rizki anaknya pinter, biar kondisinya kayak gini, tidak pernah rewel, paling kalau badannya panas, atau pilek lebih sering nangis,” tuturnya.

Khoriyah berharap ada bantuan alat bantu pendengaran buat Rizki, agar sang cucu bisa mendengarkan suaranya. (man/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 26 April 2024
26o
Kurs