Sabtu, 27 April 2024

Kisah Jamu Sido Muncul, Mulai Sejarah, Jatuh Bangun Bisnis Hingga Cerita Unik

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Irwan Hidayat Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk dalam program Live "The Journey" Radio Suara Surabaya, Jumat (8/10/2021). Foto: Instgaram/suarasurabayamedia

Nama Sido Muncul tidak asing bagi masyarakat Indonesia sebagai perusahaan yang bergerak di industri jamu. Didirikan oleh Ny. Rahkmat Sulistio pada tahun 1940, produk jamu Sido Muncul terus berkembang hingga saat ini setelah 81 tahun.

Banyak kisah menarik di dalamnya, mulai dari sejarah pendirian usaha, jatuh bangun dalam membangun bisnis selama berpuluh tahun, hingga cerita unik di dalamnya.

Dalam program Live “The Journey” Radio Suara Surabaya, Jumat (8/10/2021), Irwan Hidayat Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk berbagi banyak kisah soal perusahaan yang telah berekspansi secara global itu.

Makna Logo dan Ide Nama Sido Muncul

Logo yang menempel dalam semua produk Sido Muncul selama berpuluh-puluh tahun tidak pernah berubah. Yakni foto seorang ibu yang duduk di sebuah kursi ditemani bersama anak kecil pria yang berdiri di sampingnya.

Menurut Irwan, perempuan yang ada dalam foto tersebut adalah pendiri Sido Muncul, Rahkmat Sulistio. Sedangkan anak kecil itu adalah cucunya yang tak lain adalah dirinya sendiri.

Ia bercerita saat kecil, pria berusia 74 tahun tersebut, sudah sering sakit-sakitan. Dalam tradisi Tionghoa, jika seorang anak sakit, maka harus diambil anak angkat. Dalam kasus Irwan, ia akhirnya hidup bersama neneknya di Semarang dan diangkat sebagai seorang anak. Mau tak mau, Irwan juga mengikuti bagaimana sang nenek membangun bisnis jamu sejak awal.

Produk pertama yang diciptakan adalah minuman masuk angin dalam bentuk godokan. Lalu pada tahun 1951, minuman masuk angin itu berubah bentuk mnjadi pil yang diberi nama obat angin dan saat itu lah nama Sido Muncul tercipta. Sido Muncul sendiri bermakna “Impian yang terwujud”.

“Tahun 1946 nenek saya mengungsi ke Semarang karena ada perang di Jogja. Tahun 1951 beliau mendirikan jamu dikasih nama Sido Muncul, artinya impian yang terwujud. Lalu dibentuklah dalam bentuk pil dikasih nama obat angin,” kata Irwan.

Tolak Angin, salah satu produk unggulan Sido Muncul memiliki jargon yang khas dan diingat masyarakat, yakni “Orang Pintar Minum Tolak Angin”.

Irwan mengakui, jargon itu muncul dari dirinya sekitar tahun 2000 lalu. Maknanya, bahwa tidak ada orang yang bodoh. Setiap orang memiliki keahlian dan kemampuan, namun di bidang yang berbeda.

“(Jargon) itu saya lontarkan tahun 2000 karena menurut saya tidak ada orang bodoh. Semua pintar pada panggilan hidup masing-masing. Ada yang pintar nyanyi, ada yang pinter masak, semua ada bidangnya sendiri-sendiri, ” ungkapnya.

Usaha Tidak Berkembang Selama 20 Tahun

Mendirikan bisnis hingga berusia 81 tahun tentu banyak tantangan dan kesulitan. Jatuh bangun membangun usaha menjadi hal biasa yang ia hadapi.

Ia bercerita bagaimana usaha jamunya ini sempat tidak berkembang selama 20an tahun sekitar tahun 1969 hingga 1990an.

Alhasil, Irwan pernah terlilit utang hingga Rp46 juta. Padahal saat itu, omzetnya hanya berkisar Rp800 ribu. Sehingga, beberapa barangnya disita.

Hingga suatu hari, Irwan melakukan promosi di radio di Jakarta dengan produk jamu ramuan jamu Madura yang saat itu terkenal. Dengan cara promosi dan strategi yang tepat, dalam dua bulan omzetnya meroket dari Rp800 ribu menjadi Rp12 juta. Utang sebesar Rp46 juta pun akhirnya berhasil dilunasi dalam waktu 6 bulan saja.

“Jamu itu saya iklankan di dua radio. Yang mengurusi copyright iklan teman saya. Iklannya bagus, orang ketawa, yang paling penting produknya bagus, pasti akan dicari,” katanya.

Cerita Unik

Ada sebuah cerita lucu dari Irwan akan mengeluarkan produk baru. Sebenarnya, produk jamu tersebut sudah ada dan diberi nama Amor. Namun karena saat itu, produk dengan nama asing dilarang, akhirnya ia mengubah nama produknya menjadi Pasutri.

Pada waktu itu, semua produk jamu sudah berada dibawah pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, izin dari BPOM tidak keluar karena nama produknya menyamai nama direktur perusahaan itu dan terjadi kesalah pahaman.

“Karena namanya asing, disuruh ganti. Akhirnya namanya Pasutri. Tapi kok izinnya nggak keluar-keluar, saya bingung kenapa. Dikasih tahu petugas BPOM ternyata namanya sama dengan direkturnya, Trisno. Dikira pasutri itu Trisno padahal pasangan suami istri, Itu salah mengerti saja,” lanjutnya.

Pentingnya Inovasi dan Kepercayaan

Irwan menekankan dalam membangun bisnis membutuhkan inovasi produk dan kepercayaan. Produk harus adaptif karena kebutuhan masyarakat terus berubah. Namun, inovasi tidak akan berhasil jika produk tidak mendapatkan kepercayaan dari konsumen.

Maka yang terpenting dalam membangun bisnis yakni bagaimana mendapat kepercayaan dari masyarakat terhadap produk yang dihasilkan.

“Sebenarnya mengembangkan produk itu mudah, tapi bagaimana orang percaya itu yang menjadi tantangan,” ujarnya.

Perbedaan CEO dan Pemilik Perusahaan

Menurut Irwan, berhasil tidaknya sebuah perusahaan tidak terlepas dari peran para karyawan. Karena mereka lah yang ikut langsung dalam membangun perusahaan secara langsung.

Pria yang masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia menurut FORBES pada tahun 2019 itu membagikan pandangannya peran chief executive officer (CEO) atau pejabat eksekutif tertinggi dengan pemilik perusahaan.

Sebagai pemilik Sido Muncul, Irwan menekankan pentingnya mencintai semua karyawan. Tugas itu berbeda dengan CEO yang lebih mengacu pada ukuran berhasilan dan target perusahaan.

“Bedanya CEO dan pemilik (perusahaan), kalau CEO itu menjalankan aturan, kalau pemilik tugasnya mencintai karyawan. Asalkan cara berpikirnya logic dan kerja sungguh-sungguh, sudah cukup lah. Kalau belum berhasil bukan salah mereka, karena Tuhan belum ngasih saja,” kata Irwan.

Nilai tersebut ia dapatkan dari sang nenek dan menjadi pedoman bagi semua anggota keluarganya. Bahwa dalam membangun bisnis juga harus bersikap baik dan bijaksana kepada karyawan.

“Kalau menganggap karyawan sebagai aset itu kebangetan, kalau keluarga juga berlebihan. Intinya mereka kan bagian dari usaha ini. Sebagai pemilik, tugas saya berlaku bijaksana dan menyayangi mereka,” tegasnya.

Pengusaha yang Dermawan

Sosok Irwan Hidayat terkenal dengan sisi kedermawannya. Namanya pun pernah masuk dalam daftar Heroes Of Philantrophy atau Pahlawan Kemanusiaan Asia Pasifik pada tahun 2013. Daftar tersebut ditujukan bagi orang-orang rela memberikan uang dengan jumlah banyak untuk beramal.

Menanggapi hal itu, Irwan mengatakan bahwa semua kegiatan sosial yang ia lakukan juga sebagai bentuk memperkenalkan Sido Muncul ke masyarakat. Bedanya, ia menggunakan cara-cara yang manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat.

“30 tahun lalu ada aturan CSR diambil dua persen dari keuntungan. Dua persen itu kecil, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Lalu mikir, bagaimana kalau menggunakan dana iklan untuk promosi. Ini gaya iklan yang bermanfaat, seperti operasi katarak,” ungkapnya.

Bentuk kepedulian Irwan ini tak terlepas dari pengalaman hidupnya yang pernah jatuh sakit dalam waktu yang lama. Ia bercerita, sempat masuk rumah sakit selama satu tahun mulai dari penyakit malaria, ginjal, pneumonia, diabetes hingga depresi. Saat itu, berat badannya hanya mencapai 40 kilogram.

“Saya masuk (rumah sakit) Desember 1967, keluar Desember tahun depannya. Itu mungkin pengalaman saya yang mendorong cara beriklan seperti ini. Mendedikasikan uang sembari membantu orang lain,” ujar Irwan.(tin/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 27 April 2024
29o
Kurs