Sabtu, 27 April 2024

Praktisi Unesa: Keputusan Peniadaan UN Sudah Tepat

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer di Surabaya. Kemendikbud meniadakan UN karena situasi Pandemi Covid-19 belum terkendali. Foto: dok. suarasurabaya.net

Drs Martadi Direktur Vokasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menilai, keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meniadakan Ujian Nasional (UN) sudah tepat.

Sebagaimana diketahui, Nadiem Anwar Makarim Mendikbud telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1/2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan di masa darurat Covid-19.

“Menurut saya sudah tepat. Karena memang sudah tidak ada UN (sejak 2020 lalu), yang ada kan US (Ujian Sekolah). SD (Sekolah Dasar) sudah tidak ada UN,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Minggu (7/2/2021).

Dia berpendapat, bila pemerintah memutuskan tetap ada UN tahun ini, menurutnya itu justru kebijakan yang tidak tepat. Karena di masa Pandemi Covid-19 ini semua serba tidak standar.

“Kenapa? Karena tahun ini kan kurikulumnya saja kurikulum darurat. Pasti di bawah standar,” katanya.

Selama kurikulum darurat, baik kualitas pembelajaran, interaksi pembelajaran, kompetensi yang diajarkan, dia memastikan, semuanya tidak ada yang memenuhi standar nasional.

Dalam situasi seperti itu, kalau siswa tetap akan diuji secara standar nasional yakni dengan Ujian Nasional atau Ujian Kesetaraan, Martadi memastikan, hasilnya pasti tidak akan standar.

“Kalau sudah seperti itu, ngapain kita menghabiskan banyak uang untuk itu? Lebih baik ujiannya serahkan kepada sekolah, dan sekolah yang menentukan,” ujar pria yang juga Ketua Dewan Pendidikan Surabaya itu.

Sebenarnya, kata Martadi, wacana penghilangan UN sudah muncul sejak 2-3 tahun lalu. Alasannya, bahwa UN membebani anak dan menjadi penentu masa depan anak.

“Itu yang dianggap tidak adil. UN itu sesungguhnya yang dinilai kualitas pembelajaran di sekolah. Untuk menilai kualitas pembelajaran sekolah, tidak perlu dibebankan kepada anak,” ujarnya.

Wacana penghilangan UN, menurut Martadi bukan hanya sekadar wacana. Peran UN dari tahun ke tahun sudah dikurangi. Sudah sejak beberapa tahun lalu UN sudah tidak menentukan kelulusan siswa.

“Ya, kan? Hanya untuk pemetaan dan sebagainya. Sehingga 2020 lalu, UN betul-betul tidak ada. Tapi akan tetap ada standar nasional berupa asesmen kompetensi minimum (AKM),” ujarnya.

Peniadaan UN dan rencana Kemendikbud menerapkan asesmen kompetensi minimum atau AKM untuk mengukur kualitas pembelajaran setiap sekolah, kata dia, adalah jawaban berbagai keluhan seputar UN.

“Banyak keluhan, selama ini anak-anak lebih suka bimbel (bimbingan belajar) daripada pelajaran, guru targetnya hanya UN, lalu anak-anak yang hebat setiap harinya, hanya karena sakit saat UN, nilainya jelek dan dianggap bodoh. Ini, kan, tidak adil,” katanya.

Tidak hanya itu, menurut Martadi, banyak pihak yang menganggap bahwa UN juga terlalu membebani siswa sehingga mereka stres dan sebagainya. Padahal, kata dia, seharusnya tidak perlu seperti itu.(den/lim)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Sabtu, 27 April 2024
29o
Kurs