KH Muhammad Zakki Pengasuh Yayasan Pesantren Mukmin Mandiri Sidoarjo bilang, pengembangan pesantren menuju pesantren entrepreneur sesuai program “One Pesantren One Product” (OPOP) tidak bisa dipukul rata.
“Kalau pesantren entrepreneur ini harus didekati dengan cara yang pas, tidak semua pesantren itu entrepreneur. Kalau karakter entrepreneur-nya tidak terbangun, maka tidak akan bisa berhasil,” katanya.
Dia sampaikan itu saat memenuhi undangan Fraksi PDI Perjuangan Jatim sebagai narasumber pengayaan pembahasan Raperda Pondok Pesantren, Selasa (9/3/2021).
Langkah awal untuk membangun pondok pesantren berbasis entrepreneur, kata Zakki, dengan membangun karakter santripreneur. Kalau karakter itu sudah terbentuk akan muncul jihadpreneur, jihad untuk bekerja sebagai bagian dari ibadah.
“Kalau karakter ini tidak dibentuk di pesantren, apapun yang kita berikan pasti mubazir. Penguatan manajemen ini menurut saya penting dan sering saya sampaikan, pesantren itu harus dikelola profesional, jangan produksi produk tapi kuasai pasar dulu,” ujarnya.
Raperda Ponpes ini, menurut Zakki, nantinya akan menjadi ruh masa depan pondok pesantren. Namun ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan untuk pengembangan pesantrenpreneur.
Antara lain, kata Kiai Zakki, klasifikasi pondok pesantren. Karena setiap pondok pesantren punya karakteristik masing-masing, mulai dari pondok salaf (tradisionalis) sampai pondok modern.
“Untuk menghadapi pesantren ini perlu pendekatan khusus, karena pesantren punya karakter berbeda-beda. Ada pesantren salaf, pesantren khalaf, pesantren modern, dan pesantren entrepreneur. Pendekatannya tentu berbeda-beda,” terangnya.
Pesantren salaf, urainya, condong tidak mengikuti kurikulum pemerintah, sebab memiliki standar sendiri. Kalau pesantren khalaf berciri pendidikannya sudah modern tapi tetap tidak menghilangkan tradisi lama.
Sedang pesantren modern, lanjut Kiai Zakki, standar pendidikannya sudah mengikuti kurikulum pemerintah, dan yang terakhir adalah pesantren entrepreneur.
Raperda Pengembangan Pesantren adalah Raperda inisiatif DPRD Jatim. Pemprov Jatim mendukung ini karena selajan dengan Program Jatim Berkah dalam Nawa Bhakti Satya, yakni penguatan peran ponpes.
Untuk penguatan pesantren ini, Khofifah Gubernur Jatim sudah menerbitkan Pergub Jatim No.62 tahun 2020 sebagai payung hukum program One Pesantren One Produk (OPOP).
OPOP ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan dan kesejahteraan semua elemen pesantren lewat metode pelatihan entrepreneur dalam sebuah inkubator bisnis bekerja sama dengan Unusa.
Undang-Undang 18/2019 tentang Pesantren menyatakan, urusan pesantren bukan hanya soal agama. Pesantren adalah lembaga masyarakat di bidang pendidikan, dakwah Islam, dan pemberdayaan masyarakat.
Pemprov Jatim, beberapa waktu lalu di Gedung DPRD, menyampaikan sejumlah masukan soal Raperda ini. Salah satunya mengubah judul jadi Raperda Fasilitasi Pengembangan Pesantren.
Emil Dardak Wagub Jatim menyampaikan, perlu dibahas mendalam soal aturan bantuan keuangan, bantuan sarana prasarana, bantuan teknologi dan bantuan ketrampilan melalui APBD.
Mantan Bupati Trenggalek itu juga menyampaikan, perlu ada pengaturan mengenai jenis sanksi dan pengenaannya agar sesuai dengan kewenangan Pemerintah Provinsi Jatim.
“Jadi muatan materi Raperda haruslah benar-benar merupakan kewenangan provinsi sehingga tidak berbenturan dengan kewenangan pemerintah pusat maupun pemerintah kab/kota,” harapnya.
Emil bilang, ada 6.651 pesantren di Jawa Timur. Dia harap, dengan adanya Perda Fasilitasi Pengembangan Ponpes itu, semua ponpes dapat landasan hukum yang lebih kuat untuk pengembangannya.
Banyaknya jumlah pesantren di Jatim, kata Emil, potensi sumber daya yang berharga. Maka perlu ada pembinaan dan pengembangan sehingga sumbangsihnya bagi pembangunan Jatim lebih optimal.
“Raperda ini sepantasnya diapresiasi karena pemerintah harus hadir dalam mengawal kualitas pesantren sebagai lembaga yang mensuport kinerja pemerintah dalam hal pembangunan karakter dan sosial ekonomi masyarakat,” ujarnya.(den/ipg)