Abdul Aziz SR, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (UB) Malang menyatakan, langkah pemerintah mengutus Muhadjir Effendy Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) menjadi Inspektur Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke-77 di Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki sebagai langkah yang tepat.
“Secara kepribadian Muhadjir dikenal lembut, pandai berkomunikasi dengan semua kalangan, dan tidak memiliki rekam jejak yang kontroversial. Dia seorang pakar ilmu sosial dan pimpinan Muhammadiyah,” kata Abdul Aziz di Malang, Rabu (17/8/2022).
Sementara Hubbeb El Qutbi SMI, tokoh alumni Al-Mukmin Dusun Ngruki, Desa Cemani, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah mengatakan, sejak awal pihak pondok memang meminta Muhadjir. Karena memiliki track record yang baik, bisa mengayomi, diterima semua kalangan masyarakat, tidak terkecuali warga Pondok Ngruki.
“Untuk itu pada tanggal 21 Agustus kami juga meminta Pak Muhadjir untuk menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka setengah abad Pondok Pesantren Al-Mukmin,” kata Hubbel yang juga mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.
Hubbeb mengakui, rangkaian kegiatan ini untuk menghapus stigma bahwa Pondok Pesantren Al-Mukmin merupakan pabrik dan sarang teroris.
“Kami sudah lelah distigma demikian. Kami mau menjunjukkan ke masyarakat bahwa kami bukan teroris. Kami cinta NKRI. Bagaimana kami ini teroris, 60 persen alumni Ngruki itu anggota Muhammadiyah. Sebagaian juga masuk HMI,” katanya.
Muhadjir menjadi Inspektur Upacara di Al-Mukmin setelah mendapat restu dari Joko Widodo Presiden. Upacara berlangsung khidmat. Seluruh petugas upacara adalah warga pesantren. Tampak hadir Abu Bakar Ba’asyir salah seorang Pendiri Pesantren Al-Mukmin yang dikenal mantan terpidana perkara terorisme.
Abdul Aziz SR mengatakan, salah satu wujud teroris(me) di Indonesia adalah terorisme buatan atau terorisme proyek. Terorisme jenis ini tidak memiliki ukuran dan karakteristik yang jelas soal seseorang atau sekelompok orang disebut teroris. Ukuran dan definisinya tergantung negara (aparat keamanan). Ia menjadi bisnis di bidang keamanan dan membutuhkan (sekaligus menghasilkan) anggaran yang sangat besar.
Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki sudah lama mendapat stigma sebagai sarang (dan “pabrik”) teroris. Abubakar Ba’asyir Pemimpin Pesantren Ngruki menjadi objek penderita dari stigma tersebut. Ba’asyir melawan tapi tidak berdaya. Ia pun harus membayarnya dengan mendekam dalam penjara bertahun-tahun.
“Kini Ba’asyir telah bebas. Menariknya, belum lama ini dia pun bicara Pancasila. Ustadz sepuh ini dengan tegas mengatakan bahwa Pancasila itu mengandung nilai-nilai Tauhid. Menurutnya, para ulama ketika itu tidak mungkin menerima Pancasila jika tidak sejalan dengan Islam,” kata mantan Direktur Eksekutif Centre for Public Policy Studies (CPPS) Surabaya.
Lebih lanjut Aziz mengatakan, bisa jadi penegasan Baasyir itu dipahami oleh pemerintah bahwa Pondok Al-Mukmin Ngruki bukan (lagi) sarang teroris. Pesantren itu bukan penyebar radikalisme. Buktinya ia mengakui Pancasila.
Mungkin karena itu, pemerintah mengirimkan menterinya untuk kegiatan Agustusan di sana.
“Tidak tanggung-tanggung, yang dikirim Muhadjir Effendy Menko PMK yang juga dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah dan pakar Ilmu Sosial,” pungkas Aziz.(faz/rst)