Jumat, 1 November 2024

Guru Besar Unair Kembangkan Cara Penanganan Epilepsi, Ajak Hapus Stigma Negatif Penderita

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Prastiya Indra Gunawan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) saat berada di Unair Surabaya, pada Selasa (17/10/2023). Foto: Risky suarasurabaya.net

Prastiya Indra Gunawan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) mengatakan, kejang merupakan salah satu manifestasi klinis epilepsi yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Namun, penyakit itu masih sering membingungkan para dokter karena adanya variasi diagnosis.

“Diperkirakan angka kesalahan diagnosis epilepsi cukup tinggi yaitu diperkirakan berkisar 4,6 persen hingga 30 persen,” ucapnya dalam Konferensi Pers Pra Pengukuhan Guru Besar di Unair Surabaya, Selasa (17/10/2023).

Ia menyebut, salah satu tantangan dalam tata laksana epilepsi adalah keterbatasan alat diagnostik. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) pada saat terjadi serangan terkadang dapat membantu menentukan apakah serangan merupakan kejang epileptik atau bukan. Tetapi, layanan EEG ditemukan tersedia hanya di tiga perempat negara sumber daya terbatas.

“Akibatnya, hasil EEG sering disalahartikan sehingga menyebabkan diagnosis yang berlebihan tentang epilepsi dan obat antiepilepsi berkepanjangan yang sebenarnya tidak perlu,” ucapnya.

Untuk mengatasi masalah itu, ia mengatakan bahwa International League Against Epilepsy (ILAE) telah berusaha untuk menyetarakan kemampuan pembaca EEG melalui program sertifikasi internasional. Sehingga diharapkan pembacaan EEG dari negara dengan sumber daya terbatas sudah setara secara internasional.

Lebih lanjut, tantangan lain dalam epilepsi adalah terbatasnya pilihan obat antiepilepsi yang tersedia. Ia mengatakan bahwa penelitiannya tentang efikasi topiramate sebagai monoterapi pasien epilepsi anak memberikan hasil reduksi frekuensi kejang yang signifikan.

“Penelitian kami juga menunjukkan bahwa pemberian midazolam intamuskular dan intranasal lebih efektif dibandingkan dengan diazepam rektal dalam menghentikan kejang,” katanya.

Selain itu, ia menegaskan jika epilepsi center sangat diperlukan untuk melakukan diagnostik dan tatalaksana epilepsi yang komprehensif berbasis multidisiplin.

Ia berharap agar masyarakat tidak mengucilkan penderita epilepsi dan menghapus stigma negatif tentang epilepsi.

“Mari meningkatkan kesadaran mengenai penyakit epilepsi, dan jangan mengucilkan mereka karena dapat menghambat karir dan kehidupan berumah tangganya,” tandasnya.(ris/and/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Teriknya Jalan Embong Malang Beserta Kembang Tabebuya

Bunga Tabebuya Bermekaran di Merr

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Surabaya
Jumat, 1 November 2024
28o
Kurs