Kamis, 2 Mei 2024

Indeks Kemerdekaan Pers 2023 Turun 6,30 Poin

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers dalam acara peluncuran Hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers 2023 di Jakarta, Kamis (31/8/2023). Foto: Dewan Pers Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers dalam acara peluncuran Hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers 2023 di Jakarta, Kamis (31/8/2023). Foto: Dewan Pers

Hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) yang diselenggarakan Dewan Pers tahun 2023 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun lalu. Penurunan terjadi di 20 indikator dari tiga lingkungan yakni lingkungan Fisik Politik, Ekonomi dan Hukum. Hasil survei IKP 2023 diluncurkan di Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers mengharapkan, hasil survei yang diselenggarakan Dewan Pers ini dapat memberi gambaran yang sesungguhnya tentang kondisi kemerdekaan pers di Tanah Air. Ninik mengungkapkan, selama lima tahun terakhir sejak 2018 hingga 2022, nilai IKP nasional cenderung meningkat. Artinya, situasi kemerdekaan pers direpresentasikan membaik.

“Hal itu sempat memunculkan pertanyaan sejumlah kalangan, terutama apabila disandingkan dengan hasil survei IKP yang dilakukan lembaga internasional. Demikian pula bila dikaitkan dengan indeks demokrasi yang memberikan alarm untuk perbaikan sistemik yang memerlukan perhatian bersama,” kata Ninik melalui keterangan tertulis.

Lebih jauh Ninik mengingatkan bahwa pers saat ini menghadapi banyak tantangan berat. Selain kondisi ekonomi yang tidak mudah, pers menghadapi perkembangan teknologi informasi, seperti artificial intelligence, Chat GPT, yang menuntut penyikapan secara bijak dan kritis.

“Namun, yang paling penting, apapun tantangannya pers harus tetap berpegang pada kode etik jurnalistik, agar tetap menjadi rujukan yang benar bagi publik,” ungkapnya.

Tahun 2023 turun

Sementara itu Atmaji Sapto Anggoro Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers, Dewan Pers, mengungkapkan, survei IKP 2023 menghasilkan nilai IKP Nasional 71,57. Angka ini turun 6,30 poin jika dibandingkan dengan hasil survei IKP 2022 yang mencapai nilai 77,87.

Meskipun turun dibanding tahun lalu, nilai IKP 2023 masih masuk kategori “Baik” yang berarti bahwa secara nasional kemerdekaan pers berada dalam kondisi “Cukup Bebas” selama tahun 2022.

Perlu diketahui bahwa survei IKP menilai kondisi kemerdekaan pers pada periode satu tahun sebelumnya. Survei IKP 2022 misalnya, menilai kondisi kemerdekaan pers di sepanjang tahun 2021, dan Survei IKP 2023 mengukur kondisi kemerdekaan pers selama tahun 2022.

“Penurunan angka IKP ini merupakan yang pertama sejak enam tahun lalu,” ungkap Sapto.

Hasil survei IKP 2018 yaitu 69 (kategori “agak bebas”), pada tahun 2019 meningkat menjadi 73,71 (kategori “cukup bebas”), selanjutnya menjadi 75,27 (tahun 2020), 76,02 (2021), dan 77,88 (2022).

Sapto menjelaskan, ada sejumlah indikator yang memberi kontribusi terhadap turunnya nilai IKP 2023. Pada lingkungan politik antara lain indikator “Kebebasan dari Intervensi”, dan “Kebebasan dari Kekerasan” yang turun sekitar 7 poin. Pada lingkungan ekonomi terjadi pada indikator “Independensi dari Kelompok Kepentingan Kuat” yang turun 8 poin.

Sedangkan pada lingkungan hukum penurunan terbesar (sekitar 8-9 poin) terjadi pada pada dua indikator yaitu “Kriminalisasi dan Intimidasi Pers” dan “Etika Pers”. Lebih jauh Sapto mengungkapkan, selama tahun 2022 masih terjadi kekerasan terhadap pers, baik terhadap wartawan maupun media. Kekerasan terjadi di sejumlah daerah dalam bentuk kekerasan fisik maupun non-fisik, termasuk kekerasan melalui sarana digital.

Demikian pula, intervensi terhadap newsroom, baik dari luar maupun dari dalam, masih terjadi. “Semua ini memberi kontribusi bagi penurunan angka IKP 2023,” tuturya.

Di lingkungan ekonomi, media di banyak daerah mengalami masalah ketergantungan pada kelompok-kelompok ekonomi kuat. Sebagian besar media di daerah menjalin “kerja sama” berita berbayar dengan pemda. “Tak sedikit media yang mengandalkan pemasangan iklan dan berita berbayar dari pemda, pengguna APBD, sebagai sumber pemasukan utama, sehingga mereka rentan terkooptasi oleh kepentingan pemerintah daerah setempat,” jelasnya.

“Dewan Pers melalui kegiatan pendataan (verifikasi) di berbagai daerah mendapat banyak perusahaan pers yang merasa berat untuk membayar upah karyawan, termasuk wartawannya, minimal sesuai upah minimum provinsi. Media seperti ini tidak memiliki bargaining position cukup kuat berhadapan dengan kekuatan ekonomi dan politik dari luar,” ungkap Sapto.

IKP Provinsi

Hasil survei IKP 2023 menunjukkan kondisi kemerdekaan pers yang belum merata antar daerah provinsi. Terdapat rentang nilai yang cukup besar, sekitar 20 poin, antara provinsi dengan nilai terendah dengan yang tertinggi.

Nilai IKP Provinsi tertinggi yaitu 84,38 dan yang terendah 64,01. Sedangkan nilai rata-rata dari 34 provinsi adalah 75,69, di atas nilai IKP Nasional 71,57. Nilai rata-rata IKP Provinsi tahun 2023 turun 3,02 poin dibandingkan tahun 2022.

Nilai IKP 2023 Provinsi menunjukkan 24 provinsi mengalami penurunan dan 10 provinsi mengalami kenaikan. Survei IKP 2023 mencatat Kalimantan Timur dengan nilai tertinggi, yaitu 84,38.

Berikutnya Jawa Barat (83,02), Bali (82,58), Kalimantan Utara (982,42), dan Kalimantan Tengah (81,05). Adapun IKP provinsi terendah diduduki Papua (64,01), Papua Barat (68,22), Lampung (69,76), Sumatra Selatan (70,83), dan DKI Jakarta (71,73).

Bagi Dewan Pers, tutur Sapto, inilah hasil IKP yang optimal. Dewan Pers akan melakukan berbagai upaya untuk menghasilkan indeks kemerdekaan pers yang secara jernih memotret kondisi yang sedang berlangsung, dengan menggunakan variasi metode yang sudah disepakati dan diuji oleh banyak pihak serta dilakukan dari tahun ke tahun.

Acara Peluncuran Hasil Survei IKP 2023 menghadirkan sebagai penanggap, Ismail Hasani dari Setara Institute, Teguh Santosa Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), dan Kombes Polisi Nurul Azizah Kabag Penum Humas Polri.

Menanggapi hasil survei, Ismail Hasani menyatakan nilai IKP 2023 sebesar 71,57 memerlukan treatment khusus untuk perbaikan ke depan. Temuan survei IKP sejalan dengan tren IKP global yang juga menurun. IKP Indonesia masih di bawah Malaysia dan Timor Leste. Ismail menyoroti meningkatnya perilaku koersif di kalangan warga.

“Aktor yang menghambat kebebasan sipil tumbuh di tengah warga,” ungkapnya.

Sedangkan Teguh Santosa Ketua JMSI melihat hasil temuan survei IKP sesuai dengan realitas di daerah, khususnya terkait kondisi kesehatan perusahaan pers. JMSI sendiri mencoba melakukan klasifikasi terhadap perusahaan-perusahaan media yang menjadi anggota JMSI untuk memetakan kondisi mereka.(iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Kamis, 2 Mei 2024
27o
Kurs