Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kejaksaan Agung, hari ini, Rabu (9/8/2023), kembali mengagendakan pemeriksaan Muhammad Lutfi mantan Menteri Perdagangan (Mendag).
Lutfi akan diminta keterangannya sebagai saksi kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) serta produk turunannya termasuk minyak goreng kepada industri kelapa sawit periode Januari sampai April 2022.
Ketut Sumedana Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung mengatakan, pemeriksaan dijadwalkan pagi hari ini, di Gedung Jampidsus, Jakarta Selatan.
“Pemeriksaan diagendakan jam 09.00 WIB,” kata Ketut di Jakarta.
Pekan lalu, Selasa (1/8/2023), Lutfi tidak memenuhi panggilan Kejaksaan Agung dengan alasan menemani istrinya menjalani pengobatan.
Melalui kuasa hukumnya, Lutfi menyatakan hari ini siap hadir untuk memberikan keterangan kepada Tim Penyidik Jampidsus.
Terkait kasus itu, Kejaksaan Agung sudah memeriksa Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian sebagai saksi.
Sekadar informasi, Kamis (15/6/2023), Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung menetapkan tiga perusahaan sawit sebagai tersangka korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya.
Masing-masing, Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup. Ketiga korporasi tersebut terindikasi melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebanyak Rp6,4 triliun.
Sebelumnya, ada lima orang yang mendapat hukuman dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di tingkat Kasasi.
Kelima orang terdakwa divonis penjara bervariasi antara 5-8 tahun, yaitu Indra Sari Wisnu Wardhana bekas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Lin Chen Wei anggota Tim Asisten Menko Perekonomian, Master Parulian Tumanggor Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, dan Pierre Togas Sitanggang GM divisi General Affair PT Musim Mas.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menilai perbuatan para terpidana merupakan aksi korporasi.
Karena yang mendapat keuntungan ilegal adalah korporasi, maka perusahaan harus bertanggung jawab memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana yang dilakukannya.
Selain itu, perbuatan para terpidana juga mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng. Lalu, terjadi penurunan daya beli masyarakat.
Untuk mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, Negara harus memberikan subsidi kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai senilai Rp6,19 triliun.(rid/iss)