Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyoroti kasus kekerasan seksual yang menimpa enam santriwati di pondok pesantren di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah (Jateng).
Nahar selaku Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA menyebut kasus ini diduga sudah berlangsung selama dua tahun, namun baru terungkap sepekan lalu setelah korban melapor.
“Pada kasus ini, kemungkinan para korban tidak memiliki kuasa untuk melawan tindakan pelaku, terutama juga disertai dengan ancaman ataupun bujuk rayu,” kata Nahar dalam keterangannya, Sabtu (9/9/2023) yang dikutip Antara.
Oleh karenanya, KemenPPPA menekankan kepada semua pihak pentingnya membekali anak dengan pengetahuan akan pencegahan kekerasan seksual.
“Penting bagi orang tua dan guru untuk melakukan pencegahan dengan membekali anak tentang pengetahuan terkait pencegahan kekerasan seksual,” ucap Nahar.
Untuk diketahui, enam santriwati berusia antara 15 sampai 18 tahun itu menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan BN (40), pimpinan pondok pesantren tempat para santriwati menimba ilmu agama.
Nahar mengatakan BN yang telah ditetapkan sebagai tersangka dapat dijerat Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar sesuai Pasal 81 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kemudian, ancaman hukuman terhadap tersangka dapat ditambah sepertiga karena tersangka merupakan tenaga pendidik.
Hal ini sesuai Pasal 81 Ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta berlapis karena menimbulkan korban lebih dari satu orang.
“Pelaku dapat dipidana mati atau seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan atau paling lama 20 tahun sebagaimana pada Pasal 81 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” katanya. (ant/bil)