Minggu, 5 Mei 2024

Marak Kasus Leptospirosis di Jatim, Pakar Sebut Lingkungan Kotor Jadi Pemicu

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Ilustrasi. Foto: Unsplash

Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jatim menunjukkan, kasus leptospirosis pada 2022 tercatat 606 kasus dan awal tahun ini hingga 5 Maret 2023, tercatat 249 kasus dengan 9 kasus meninggal dunia.

Dari total 249 kasus itu, terbanyak ada di Pacitan, yakni 204 kasus dengan 6 kasus meninggal dunia, Kabupaten Probolinggo 3 kasus dengan 2 kasus meninggal dunia, Gresik 3 kasus, Lumajang 8 kasus, Kota Probolinggo 5 kasus dengan 1 kasus meninggal dunia, Sampang 22 kasus, dan Tulungagung 4 kasus.

Menanggapi hal itu, Dede Nasrullah Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, menyatakan ada berbagai faktor risiko leptospirosis di Indonesia dengan kejadian banjir hingga kondisi selokan dan sanitasi yang buruk di daerah hunian.

“Risiko-risiko ini menjadi lebih buruk saat manusia atau hewan terpapar dengan lingkungan yang terkontaminasi seperti air berlumpur, air sungai, banjir, saat berenang, mandi, atau mencuci di sungai,” ucapnya, pada Rabu (8/3/2023).

Ia menyebut, pekerja lebih terpapar risiko tersebut, terutama yang tidak mengenakan alat pelindung diri, berkegiatan di sawah, mengumpulkan kayu di hutan hingga membersihkan sampah.

“Selain itu, air minum yang terkontaminasi dapat menjadi risiko infeksi leptospirosis pada manusia jika air tersebut tidak diolah,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan bahwa gejala leptospirosis sama seperti gejala Covid-19 yaitu demam, mata memerah, sakit kepala, panas dingin, nyeri otot, sakit perut, mual, muntah dan diare.

“Namun, gejala akan semakin memburuk saat memasuki fase lanjutan. Pada fase memasuki hari ke-10 setelah infeksi bakteri telah berpindah ke ginjal, gejala seperti batuk darah, nyeri dada, sulit bernapas, kulit atau mata lebih menguning, urine berdarah, dan keluar bintik- bintik merah pada kulit,” jelasnya.

Sedangkan untuk penanganan, ia mengatakan, dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, berperilaku hidup bersih dan sehat dengan menjaga sanitasi lingkungan. Kedua, mengenakan pakaian pelindung seperti sarung tangan, sepatu bot, dan pelindung mata saat bekerja di area yang berisiko menularkan bakteri leptospira. Ketiga, menutup luka dengan plester tahan air, terutama sebelum kontak dengan air di alam bebas. Dan keempat, menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.

Lebih lanjut, kelima mencuci tangan, kaki, serta bagian tubuh lainnya dengan sabun dan air. Keenam memakai sepatu dari karet dengan ukuran tinggi dan sarung tangan karet jika bertugas atau menjadi relawan bencana banjir. Ketujuh membasmi tikus baik di rumah, di kantor, dan lingkungan dan jangan lakukan kontak dengan binatang yang rentan jadi pembawa kuman leptospirosis. Dan kedelapan, bersihkan dengan disinfektan bagian bagian yang terkena banjir.

“Terakhir, hindari air yang kemungkinan terkontaminasi bakteri leptospira dan pastikan sumber air bersih tidak tercemar bakteri penyebab lestospirosis,” ucapnya.

Sebagai diketahui, leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira yang dapat menjangkit manusia dan hewan. Bakteri itu paling umum memasuki tubuh melalui hidung, mulut, atau mata, atau melalui abrasi kulit saat orang terpapar air yang terkontaminasi urine dari hewan yang terinfeksi.

Leptospirosis sendiri, terjadi di seluruh dunia, tetapi lebih banyak muncul di wilayah-wilayah tropis dan subtropis yang mengalami curah hujan yang tinggi.(ris/ihz/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Minggu, 5 Mei 2024
32o
Kurs