Sabtu, 18 Mei 2024

Polling Suara Surabaya: AI Berisiko Gusur Pekerja Kantoran

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Hasil Wawasan Polling Suara Surabaya terkait AI Berisiko Gusur Pekerja Kantoran. Grafis: Bram suarasurabaya.net

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperingatkan, pekerjaan di bidang administrasi kemungkinan besar menjadi pihak yang paling terdampak kecerdasan generatif (AI).

Penelitian yang dilakukan oleh ILO itu menyimpulkan, sebagian besar pekerjaan dan industri hanya terpapar sebagian pada otomatisasi. Oleh karena itu, lebih mungkin untuk dilengkapi dibandingkan digantikan oleh AI.

Pekerjaan yang mungkin paling terpengaruh oleh AI, yang mampu menghasilkan teks, gambar, suara, animasi, model 3D, dan data lainnya, adalah pekerjaan administrasi. Profesi lain seperti manajer dan pekerja penjualan, hanya sedikit yang terkena dampaknya.

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya pada Kamis (24/8/2023) pagi, publik mengamini jika AI Generatif berisiko menggusur pekerja administrasi atau kantoran.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 30 pendengar (100 persen) sepakat bahwa AI Generatif berisiko menggusur pekerja kantoran.

Data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 151 voters (79 persen) sepakat bahwa AI Generatif berisiko menggusur pekerja kantoran. Sedangkan 39 voters (21 persen) menyebut tidak mungkin.

Menyikapi hal tersebut Dr. Yosi Kristian, S.Kom. M.Kom pakar teknologi mengakui bahwa AI, khususnya, AI Generatif sedang marak saat ini di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Lantas, apakah AI Generatif bisa menggantikan pekerjaan manusia, khususnya pekerja kantoran?

“Kalau para pekerja yang tidak mau belajar dan tidak mau beradaptasi, mungkin dapat tergusur. Pekerja yang bisa memanfaatkan AI, pekerjaan mereka akan lebih cepat. Sebab AI lebih cocok sebagai alat yang membantu pekerjaan untuk selesai lebih cepat,” terang Yosi.

Menurut Kepala Program Studi Teknik Informatika Institut Sains dan Teknologi Terpadu Surabaya (ISTTS) itu, ada sejumlah pekerjaan yang sangat mungkin digusur oleh AI. Seperti content creator atau desain grafis.

“Tapi apakah bisa menggantikan 100 persen? Tidak. Sebab AI tidak bisa menentukan mana yang bagus. Yang bisa menentukan bagus atau tidaknya adalah manusia,” tegasnya.

Yosi menambahkan, seperti halnya produk teknologi lainnya, AI Generatif juga bisa bersifat adiktif. Menurut Yosi, ketergantungan pasti akan muncul selama teknologi ini menawarkan kemudahan dan kecepatan. “Sebab pada dasarnya manusia itu ingin yang cepat,” ujarnya.

Contohnya di dunia pendidikan, ia tidak menampik ada yang memanfaatkan AI Generatif untuk menyelesaikan tugas, bahkan skripsi. Katanya, fenomena ini tidak bisa dihindari.

“Kami sebagai edukator memang harus menunjukan bahwa tools itu ada dan bisa dimanfaatkan. Namun, kami juga harus memberikan problem yang cukup kompleks sehingga tidak bisa mentah-mentah dilempar ke tools itu,” terang Yosi.

Jadi, apa yang harus dilakukan manusia supaya tidak tergantikan oleh AI?

“Menurut saya, kita belum akan tergantikan. Upaya yang harus dilakjukan para pekerja adalah mereka harus aware bahwa tools ini ada. Kalau mereka tidak pakai, mereka akan tertinggal,” terangnya.

Yosi sangat yakin perkembangan AI, termasuk AI Generatif, akan terus terjadi. Serta progresnya sulit untuk ditebak. “Saya yakin AI Generatif tidak akan berhenti di sini. Kalau pekerja yang tidak mau aware atau tidak mau belajar, susah,” imbuhnya.

Yosi menambahkan, butuh campur tangan pemerintah agar AI ini tidak liar, dan atau tidak memberikan efek brutal. Hanya saja, Yosi mengingatkan bahwa pemerintah tak boleh asal penggal.

“Saran saya kalau mau membuat regulasi, undang pihak yang kompeten atau yang sehari-hari berkecimpung di situ. Jangan pihak yang paranoid yang ujungnya pemblokiran. Tetap melindungi, tapi jangan dipenggal,” pinta Yosi. (saf/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya
Surabaya
Sabtu, 18 Mei 2024
30o
Kurs