Senin, 29 April 2024

Polling Suara Surabaya: Skripsi Tak Jadi Syarat Wajib Lulus Bentuk Adaptasi Dunia Pendidikan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Hasil Wawasan Polling Suara Surabaya terkait skripsi tak jadi kewajiban mahasiswa untuk lulus kuliah. Grafis: Bram suarasurabaya.net

Skripsi tidak lagi menjadi kewajiban syarat kelulusan mahasiswa Strata 1 (S1). Hal itu disampaikan Nadiem Makariem Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Selasa (29/8/2023) lalu.

Kebijakan tersebut kemudian ditegaskan Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8/2023) kemarin.

Bukan dihapus, kebijakan kelulusan mahasiswa tanpa wajib skripsi diserahkan sepenuhnya ke setiap kampus. Pihak kampus nantinya yang akan menentukan, apakah mahasiswa tersebut perlu melewati skripsi atau tidak.

“Kita memberikan kemerdekaan untuk masing-masing perguruan tinggi, masing-masing fakultas, masing-masing prodi (program studi) untuk memikirkan bagaimana nih saya mau merancang status kelulusan mahasiswa saya. Kalau perguruan tinggi itu merasa memang masih perlu skripsi atau yang lain itu adalah haknya mereka. Jadi jangan lupa reformasinya,” jelasnya.

Sementara dalam diskusi di Wawasan Polling Radio Suara Surabaya, Kamis (24/8/2023) pagi, mayoritas pendengar ternyata mendukung kebijakan skripsi tidak menjadi syarat kelulusan mahasiswa.

Dari data gatekeeper Radio Suara Surabaya, sebanyak 16 dari 30 pendengar (55 persen) baik yang mengudara maupun tidak, menyatakan tak setuju kalau skripsi bukan sebagai syarat kelulusan. Sementara 14 sisanya (45 persen) menyatakan setuju.

Namun, di Instagram @suarasurabayamedia, 270 dari 426 voters (63 persen) justru setuju atas kebijakan Nadiem yang tidak menjadikan skripsi sebagai syarat kelulusan kuliah tersebut. Sedangkan 156 voters sisanya (37 persen) memilih tidak setuju.

Menanggapi hal tersebut, Dr. Bachtiar Syaiful Bachri Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Pengembangan Kurikulum Universitas Surabaya (Unesa) mengatakan dunia pendidikan sudah seharusnya beradaptasi dengan dunia yang makin modern.

Skripsi tidak diragukan lagi dengan berbagai pendekatan, metodolgi tertentunya memang dinilai bisa menguji kemampuan analisis dan berpikir mahasiswa. Tapi model-model yang lain, menurutnya juga tidak kalah hebat.

“Dan yang penting diingat bahwa sebenarnya skripsi, tesis, dan disertasi itu bukan satu-satunya model pengukuran kemampuan atau capaian pembelajaran lulusan. Masih banyak kompetensi-kompetensi lain yang bisa diukur dengan model-model yang lain,” ujarnya dalam program Wawasan, Kamis.

Kata Bachtiar, dalam Permendikbud Ristek 53 tahun 2023 Pasal 18 Ayat 9 A, juga dijelaskan bahwa pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi, prototype project, atau bentuk tugas akhir lainnya.

Artinya, kebijakan tersebut tidak menghilangkan skripsi, namun memberikan opsi tugas akhir dalam bentuk lainnya.

“Silakan, berdasarkan karakteristik kontennya, karakteristik materinya, maka tugas akhir dapat diarahkan dalam berbagai bentuk tadi. Sama juga dengan magister dan doktor di pasal 19 dan pasal 20 juga mengatakan demikian. Mahasiswa program magister terapan wajib diberikan tugas akhir dalam bentuk tesis, prototype, proyek dan tugas akhir yang lainnya,” jelasnya.

Bachtiar kemudian mencontohkan penelitian skripsi yang bisa menggunakan metode kualitatif atau kuantitatif, sesuai dengan kebutuhannya. Pengambilan metode bukan didasari pada bidang studi, melainkan pemecahan masalahnya.

“Kalau masalah itu kita dekati dengan kuanti, maka mau gak mau harus kuanti. Kalau masalah itu kita dekati dengan pendekatan skripsi, ya harus dengan skripsi, kalau masalah itu harus kita dekati dengan projek yang berbeda ya maka harus projek. Projek itu juga menggali kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, dan itu kadang tidak ada di skripsi,” bebernya.

Menurut Bachtiar, ketua program studi (Kaprodi) sebagai pengambil keputusan tentu akan berdiskusi, berdialog dengan semua stakeholder internal maupun eksternal kampus.

“Internal itu dosen-dosen prodinya, kemudian di penjaminan mutu prodinya, dia juga punya asosiasi program studi dan lain sebagainya untuk mengambil keputusan itu. Saya kira dengan pertimbangan baik stakeholder internal dan eksternal, dia akan mengambil keputusan yang tepat untuk menentukan bagaimana bentuk tugas akhir dari mahasiswanya. Jadi tidak otoriter di Kaprodi,” terangnya.

Terakhir, Bachtiar menjelaskan indikator kinerja kesuksesan perguruan tinggi adalah lulusan, dalam hal ini yang mampu terserap di dunia kerja.

“Melalui komunikasi-komunikasi bentuk lain-lain treasure study maka akan bisa diketahui sampai di mana lulusan kita dapat diserap di masyarakat, bagaimana sumbangsih peran mereka (lulusan/alumni) di masyarakat,” pungkasnya. (bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Senin, 29 April 2024
32o
Kurs