Minggu, 19 Mei 2024

Kemenkes Luncurkan PPDS Berbasis RS Genjot Produksi Dokter Spesialis

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan
Gunadi Sadikin Menteri Kesehatan saat memberikan sambutan dalam peluncuran program pendidikan dokter spesialis dengan rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama (PPDS RSPPU) di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita di Jakarta, Senin (6/5/2024). Foto: tangkapan layar YouTube Kementrian Kesehatan Gunadi Sadikin Menteri Kesehatan saat memberikan sambutan dalam peluncuran program pendidikan dokter spesialis dengan rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama (PPDS RSPPU) di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita di Jakarta, Senin (6/5/2024). Foto: tangkapan layar YouTube Kementrian Kesehatan

Budi Gunadi Sadikin Menteri Kesehatan (Menkes) mengatakan bahwa pihaknya mencanangkan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit dan kolegium sebagai salah satu kebijakan guna memenuhi kebutuhan dokter spesialis di Indonesia.

Dalam peluncuran program pendidikan dokter spesialis dengan rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama (PPDS RSPPU) di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita di Jakarta, Senin (6/5/2024), Budi mengatakan bahwa saat ini produksi dokter spesialis Indonesia mencapai 2.700 per tahunnya.

“Kebutuhan kita 29.000-30.000. Jadi butuh waktu 10 tahun lebih. Dan itu terjadi terus setiap tahun. Sebagai komparasi, Inggris yang penduduknya 50 juta, seperenam dari Indonesia, produksi dokter spesialisnya 12.000 per tahun. Hampir 5 kali lipat dari produksi di Indonesia,” ujarnya, dikutip Antara.

Budi menuturkan, selama 79 tahun, distribusi dokter yang tidak merata di Tanah Air masih menjadi masalah yang tak dapat diselesaikan. Oleh karena itu, katanya, pemerintah berkolaborasi dengan Institute of Health Metric Evaluation (IHME) dalam pembuatan kebijakan bidang kesehatan untuk 15 tahun ke depan.

IHME, katanya, membantu menghitung kebutuhan dokter spesialis di level kabupaten dan kota, berdasarkan pola demografis dan epidemiologis, dan mendapatkan angka 29 ribu tersebut.

Oleh karena itu, Indonesia pun mengadopsi sistem pendidikan berbasis RS tersebut, yang sudah menjadi standar global guna memenuhi kebutuhan dokter spesialis.

“420 rumah sakit pendidikan sekarang akan mendampingi 24 fakultas kedokteran yang sudah melakukan pendidikan spesialis. Sehingga bukan hanya 24 yang bisa produksi, tapi ditambah lagi 420,” katanya.

Dia menjelaskan, pendidikan spesialis dokter memakan biaya yang mahal. Akan tetapi, pada program ini para residen tidak perlu membayar uang kuliah ataupun uang pangkal, dan mendapatkan keuntungan yang sama dengan tenaga kerja lainnya.

“Mereka akan mendapat perlindungan kesehatan, perlindungan hukum, jam kerja yang wajar, dan statusnya bukan status di bawah. Bukan status pesuruh, bukan status pembantu,” katanya.

Adapun untuk kualitas program, pihaknya melibatkan seluruh kolegium Indonesia untuk pembuatan kurikulum, serta berkolaborasi dengan para ahli dari luar negeri untuk memperkaya kurikulum tersebut. (ant/azw/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya
Kurs
Exit mobile version