Minggu, 5 Mei 2024

KNTI Minta Pemerintah Serius Merespons Penahanan Nelayan di Malaysia

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Kapal nelayan bersandar di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Natuna. Foto: Antara

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah pusat dan daerah menyikapi serius penahanan sejumlah nelayan Natuna, Kepulauan Riau, di Malaysia karena diduga melanggar batas wilayah tangkapan ikan.

Syukur Haryanto Ketua KNTI Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, mengatakan persoalan nelayan lokal ditahan di Malaysia sudah berulang kali terjadi. Sehingga, perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan yang lebih serius dari pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait.

“Sejak tahun 2020, beberapa nelayan di Bintan yang juga ditangkap aparat penegak hukum di Malaysia, ada yang sempat dipenjara dan ada pula yang langsung dipulangkan saat itu juga,” kata Syukur di Bintan, Kamis (25/4/2024), dikutip Antara.

KNTI Bintan memberikan saran dan masukan kepada pemerintah dalam penanganan kasus delapan nelayan Kabupaten Natuna yang saat ini masih ditahan Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), tepatnya di Kuching, ibukota Sarawak.

Lebih lanjut, KNTI meminta pemerintah daerah memberikan bantuan kepada keluarga dari nelayan yang ditinggalkan tersebut. Sebab, penahanan itu mengakibatkan pemenuhan kebutuhan pokok anak dan istrinya menjadi terganggu.

“Pemerintah membantu kebutuhan pokok dan pendidikan anak-anak mereka selama nelayan itu ditahan di Malaysia,” kata dia.

Kemudian, pemerintah jangan hanya memikirkan memulangkan para nelayan itu dari Malaysia. Tapi, juga mengupayakan alat tangkap dan kapal yang digunakan ikut dipulangkan.

Dari beberapa kasus nelayan ditahan di Malaysia, mereka dipulangkan ke Indonesia tanpa membawa peralatan tangkapnya. Alat tangkap nelayan disita penegak hukum di Malaysia.

“Ini masih jadi pekerjaan rumah besar yang tidak pernah dilakukan kepada nelayan pascapenahanan di Malaysia,” katanya.

Syukur pun meminta pemerintah daerah atau pusat melakukan sosialisasi masif mengenai batasan melaut kepada nelayan supaya mereka mengetahui secara persis letak batas teritorial laut antara Indonesia dan Malaysia.

Di samping itu, para nelayan perlu diperkuat dengan alat satelit dan radar. Sehingga, mudah terpantau pihak berwenang saat melakukan aktivitas penangkapan ikan, terutama di wilayah perbatasan sempadan laut dengan negara tetangga.

Berikutnya, pemerintah diharapkan membentuk satu kelompok kerja supaya lebih memudahkan penanganan dan komunikasi ketika terjadi kasus nelayan lokal ditahan di Malaysia.

Pokja itu melibatkan semua pemangku kepentingan terkait, seperti KJRI di Malaysia, Bakamla, PSDKP, hingga Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) hingga jajaran di tingkat pemerintah daerah.

“Harus ada satu pokja yang sifatnya satu pintu informasi. Jadi, ketika ada nelayan kita yang ditahan di Malaysia terkait batas tangkap, akan lebih mudah bagi kita berkomunikasi dengan negara tetangga,” katanya.

Syukur juga tidak menampik ada sebagian nelayan tradisional yang ditahan di Malaysia karena sudah beberapa kali diperingatkan untuk tidak menangkap ikan wilayah perairan mereka, tapi tetap tidak diindahkan oleh nelayan bersangkutan.

“Informasi itu kami peroleh dari beberapa nelayan di Bintan yang pernah ditahan di Malaysia,” ujar Syukur.

Sebelumnya, delapan orang nelayan asal Kabupaten Natuna ditahan APMM di wilayah perbatasan antara Serasan dengan Kuching pada tanggal 19 April 2024.

Mereka menggunakan tiga unit kapal berkapasitas 3 Gross Tonage (GT) yang dituding melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Malaysia, berikut sejumlah alat bukti hasil tangkapan ikan.

Sekarang, Pemprov Kepulauan Riau melalui Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BPPD) aktif berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri RI dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching agar kedelapan nelayan tersebut dapat segera dibebaskan dan dipulangkan ke Tanah Air.

“Kami tetap hormati proses hukum di Malaysia, sambil berupaya memulangkan nelayan Natuna. Untuk keluarga dari nelayan yang ditinggal itu pun sudah kami bantu terkait kebutuhan pokoknya,” kata Doli Boniara Kepala BPPD Kepulauan Riau. (ant/azw/ris/rid)

Bagikan
Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Kurs
Exit mobile version