Kamis, 11 Desember 2025

60 Persen Wilayah Jatim Rentan Bencana saat Musim Hujan, Pemda dan Warga Wajib Tingkatkan Kewaspadaan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto: Grafis suarasurabaya.net

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM telah merilis Executive Summary terbaru, pada Kamis (11/12/2025), mengenai potensi banjir bandang dan longsor di Jawa Timur (Jatim) sepanjang Desember 2025.

Dalam rilis itu, disebutkan bahwa 60 persen wilayah Jatim berada dalam kondisi kerentanan sangat tinggi terhadap bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang dan longsor, terutama saat memasuki puncak musim hujan Desember 2025.

Kerentanan ini dipicu oleh morfologi pegunungan vulkanik yang curam, batuan gunungapi yang sudah lapuk, keberadaan sesar aktif, daerah aliran sungai (DAS) pendek yang langsung menuju permukiman, serta pembangunan yang semakin naik ke area lereng.

Peta PVMBG Desember 2025 juga menunjukkan banyak kecamatan di Jatim berada pada kategori menengah hingga tinggi, termasuk zona yang berpotensi mengalami banjir bandang dan aliran bahan rombakan.

Priatin Hadi Wijaya Kepala PVMBG saat dikonfirmasi Radio Suara Surabaya terkait rilis tersebut mengatakan bahwa kondisi geologi, topografi, serta cuaca ekstrem yang diprediksi BMKG dapat menjadi kombinasi pemicu bencana serupa seperti yang terjadi di Sumatra beberapa waktu terakhir.

Pemetaan ini sekaligus menjadi dasar peringatan dini agar masyarakat di zona rawan meningkatkan kewaspadaan, terlebih setelah rangkaian bencana ekstrem yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar).

“Kami memang menyampaikan executive summary terkait analisis dampak potensi banjir bandang dan longsor di Jawa Timur. Dan memang kami juga memberikan warning bahwa potensi Jawa Timur ini memiliki kerentanan gerakan tanah tinggi dan kombinasi dengan potensi terjadinya banjir bandang seperti yang kasus di antaranya Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat,” ujarnya, Kamis malam.

Menurut Priatin, karakter geologi sejumlah daerah di Jatim memiliki kemiripan dengan lokasi bencana di Sumatra, terutama karena berada di lereng pegunungan dan hulu sungai.

“Pertama adalah zona rawan sangat tinggi yaitu di lereng pegunungan dan hulu-hulu daerah aliran sungai seperti di lereng pegunungan Ijen, Raung dan Semeru. Itu di wilayah Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo,” bebernya.

Selain itu, wilayah seperti Lumajang, Malang Selatan, Probolinggo, Trenggalek, Pacitan, Ponorogo, Tulungagung, Kediri, Nganjuk Selatan, Jember bagian hulu, dan Blitar Selatan juga disebut memiliki potensi besar mengalami longsor dan banjir bandang.

Priatin menguraikan bahwa meningkatnya potensi bencana dipengaruhi oleh empat faktor utama, terutama pada puncak musim hujan. Faktor pertama, yakni hujan yang sangat lebat yang menyebabkan tanah itu bisa jenuh air, tekanan pori akan naik dan sungai meluap.

“Kemudian yang kedua, faktor yang berikutnya itu adalah lereng vulkanik yang curam dan material rembakan yang terlihat di sebagian wilayah Jawa Timur. Bahkan kami sampaikan 60 persen wilayah Jawa Timur itu rentan terkait dengan gerakan tanah longsor dan bagian bandang,” ucapnya.

Selain faktor geologi, ia menyoroti alih fungsi lahan dan kerusakan daerah aliran sungai juga jadi faktor ketiga yang memperparah risiko. Kondisi ini membuat peringatan BMKG tentang peningkatan curah hujan hingga Januari 2026 menurutnya harus direspons serius, terutama oleh warga yang tinggal di zona merah.

“Itu memang PR betul. Karena di wilayah yang berkembang, di perkotaan ataupun kabupaten yang ekonominya bagus itu, biasanya tata guna lahan itu menjadi PR karena mereka ingin mengembangkan wilayahnya yang sesekali menabrak dari aturan terkait dengan green area,” ucapnya.

Kemudian faktor terakhir, yakni perilaku masyarakat yang sering menganggap kondisi ekstrem sebagai sesuatu yang biasa. Karena itu, Priatin meminta masyarakat lebih peka terhadap tanda awal bencana.

“Di sisi lain kadang-kadang masyarakat itu memang tidak mau pindah ya, itu yang menjadi PR. Padahal kalau mereka tahu resikonya ketika mereka sudah punya rumah di wilayah yang zona keretanan tanahnya itu tinggi atau berbahaya, itu harus paling siap untuk mengungsi, itu yang paling utama. Jadi jangan sampai mereka lebih mikirkan harta benda daripada nyawa keluarganya, itu yang sangat penting di situ,” jelasnya.

Sementara untuk pemerintah daerah, Kepala PVMBG itu mengatakan pihaknya sudah menyampaikan beberapa hal. Pertama, yakni peringatan dini agar institusi seperti BPBD, Dinas PUPR, dan Sumber Daya Air setempat segera bergerak.

“Yang kedua itu adalah memang kalau di kami dan para instansi yang terkait dengan kebencanaan, kami perlu melakukan updating peta kawasan rawan bencana. Nah, ini juga perlu di-update dan kami pun sebetulnya meng-update dan memberikan sosialisasi hal tersebut,” bebernya.

Dihubungi terpisah, Gatot Subroto, Kepala Pelaksana BPBD Jatim mendukung Executive Summary yang dirilis oleh PVMBG itu. Dia menegaskan bahwa masyarakat harus benar-benar menaati peringatan dini. Gatot Subroto, Kepala Pelaksana BPBD Jatim, menyampaikan:

“Masyarakat perlu berhati-hati dan waspada apabila melakukan kegiatan ataupun tinggal di wilayah rawan potensi bencana, selalu mengikuti perkembangan informasi dari institusi yang berwenang dan mengenali lingkungannya seperti jalur evakuasi, apabila ada EWS (early warning sistem) perlu diperhatikan bila berbunyi dan saling mengingatkan antar tetangga bila ada ancaman bahaya,” kata Gatot. (bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Kamis, 11 Desember 2025
25o
Kurs