
Sejumlah aktivis internasional yang dideportasi dari Israel setelah bergabung dalam armada bantuan Gaza Global Summud Flotilla, menyebut pasukan Israel melakukan penyiksaan terhadap Greta Thunberg, aktivis iklim muda asal Swedia.
Dari 137 aktivis yang mendarat di Istanbul pada Sabtu (20/9/2025), termasuk 36 warga negara Turki serta peserta dari Amerika Serikat, Italia, Malaysia, Kuwait, Swiss, Tunisia, Libya, Yordania, dan negara lain, beberapa menyampaikan kesaksian mengejutkan terkait perlakuan Zionis terhadap Thunberg.
Ersin Celik salah satunya, jurnalis Turki sekaligus peserta Gaza Sumud Flotilla yang mengatakan kepada media lokal bahwa dia mengaku menyaksikan langsung bagaimana Greta Thunberg diperlakukan.
“Saya melihat pasukan Israel menyiksa Greta Thunberg. Dia diseret di tanah dan dipaksa mencium bendera Israel,” ungkap Celik seperti dilanisr Al Jazeera, Minggu (5/10/2025).
Kesaksian serupa datang dari Hazwani Helmi aktivis asal Malaysia, dan Windfield Beaver peserta asal Amerika Serikat. Keduanya menuduh Thunberg didorong, dipermalukan, serta dijadikan alat propaganda dengan bendera Israel.
“Itu bencana. Mereka memperlakukan kami seperti binatang,” kata Helmi di Bandara Istanbul, seraya menambahkan bahwa para tahanan tidak diberi makanan, air bersih, maupun obat-obatan.
Beaver juga menegaskan Thunberg “diperlakukan sangat buruk” dan “dijadikan propaganda,” bahkan ia menyaksikan Thunberg digiring masuk ke sebuah ruangan ketika Itamar Ben-Gvir Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel, datang.
Lorenzo Agostino jurnalis Italia, yang turut serta dalam armada tersebut, menyebut perlakuan Israel sangat merendahkan sang aktivis muda itu.
“Greta Thunberg, seorang perempuan pemberani, usianya baru 22 tahun. Dia dihina, dibungkus dengan bendera Israel, dan dipamerkan seperti trofi,” ucap Agostino kepada Anadolu.
Selain tuduhan perlakuan tak pantas terhadap Thunberg, beberapa aktivis lain menggambarkan kondisi penahanan yang buruk.
“Mereka memperlakukan kami seperti anjing. Kami dibiarkan kelaparan tiga hari. Tidak diberi air, kami terpaksa minum dari toilet. Hari itu sangat panas, kami semua seperti dipanggang,” kata Ikbal Gurpinar Presenter televisi Turki
Aycin Kantoglu aktivis Turki, bahkan menyebut adanya noda darah di dinding penjara serta coretan pesan dari tahanan sebelumnya. “Kami melihat para ibu menuliskan nama anak-anak mereka di dinding. Kami benar-benar sedikit merasakan apa yang dialami warga Palestina,” ujarnya.
Sementara itu, Antonio Tajani Menteri Luar Negeri Italia, memastikan 26 warganya sudah dideportasi, namun 15 orang lainnya masih ditahan di Israel.
Arturo Scotto anggota parlemen Italia, yang juga berada di kapal armada bantuan, menegaskan mereka tidak bertindak ilegal. “Yang bertindak ilegal adalah mereka yang mencegah kapal tersebut mencapai Gaza,” ucapnya.
Para aktivis lain juga mengaku dipaksa berlutut dengan tangan terikat kabel plastik selama berjam-jam, tidak diberi obat-obatan, serta dibatasi aksesnya untuk berbicara dengan pengacara.
Namun Kementerian Luar Negeri Israel membantah tuduhan tersebut. “Semua klaim Adalah sepenuhnya bohong. Para tahanan diberi akses ke air, makanan, dan toilet. Mereka tidak pernah ditolak akses ke penasihat hukum, dan seluruh hak hukum mereka sepenuhnya dijamin,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel kepada Reuters.
Israel kini menghadapi kecaman internasional atas serangan terhadap armada bantuan Gaza, yang terdiri dari sekitar 40 kapal pembawa bantuan dan membawa lebih dari 450 orang.
Armada ini berlayar sejak akhir Agustus sebagai upaya internasional terbaru untuk menembus blokade Israel terhadap Gaza dan mengirimkan bantuan bagi 2,3 juta penduduk di wilayah itu. (bil/iss)