Minggu, 1 Juni 2025

Baktiono: Putusan MK Perkuat Kewajiban Negara untuk Biayai Pendidikan, Surabaya Sudah Lebih Dulu Jalankan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Baktiono anggota Komisi B DPRD Surabaya. Foto: DPRD Surabaya

Baktiono anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa negara wajib membiayai pendidikan dasar 9 tahun, termasuk di sekolah swasta.

Menurutnya, putusan MK tersebut merupakan penguatan terhadap amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang seharusnya sudah dijalankan secara konsisten oleh semua pemerintah daerah.

“Keputusan Mahkamah Konstitusi itu juga kita sambut baik, karena keputusan itu penegasan kembali. Sebenarnya tidak perlu diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, kita sudah punya Undang-Undang Dasar juga tentang pendidikan nasional, yaitu pasal 31 ayat 1 dan 2,” kata Baktiono kepada Radio Suara Surabaya, Jumat (30/5/2025).

Ia menyebut, semangat pendidikan gratis di Surabaya sebetulnya sudah berlangsung sejak era Bambang Dwi Hartono Wali Kota, dan diteruskan oleh Tri Rismaharini Wali Kota, yang kemudian diperkuat lewat Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

“Dulu waktu Bu Risma menjabat, kami menyusun Perda itu bersama. Kami sudah menyatakan, sekolah di Surabaya harus gratis, bahkan sampai 12 tahun. Itu berarti SD, SMP, dan SMA. Tapi sejak 2016, SMA menjadi tanggung jawab provinsi,” jelasnya.

Selain itu kata Baktiono, jika pemerintah mewajibkan masyarakat untuk sekolah, maka konsekuensinya tentu negara wajib menanggung biaya pendidikan tersebut secara penuh.

“Kalau pemerintah ngomong wajib belajar 12 tahun, artinya pemerintah mewajibkan masyarakatnya untuk belajar. Dengan konsekuensi apa? Ya harus dibayari. Makanya take and give. Makanya ada wajib belajar itu. Dibayarnya apa? Ya gratis,” tegasnya.

Di tingkat nasional, pemerintah pusat memberikan Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) kepada sekolah-sekolah negeri dan swasta. Namun di Surabaya, nominal BOS dianggap tidak cukup untuk menutupi biaya operasional sekolah. Karenanya, di Surabaya ada Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA).

“Kalau pakai BOS, SD Rp65 ribu, SMP Rp120 ribu. Tapi di Surabaya sudah pakai AC, pakai spidol, ada insentif guru yang lebih besar. Maka kita tambah dengan BOPDA,” ungkap Baktiono.

Ia menambahkan, BOPDA menjadi pelengkap agar sekolah dapat beroperasi secara layak dan tetap bisa menggratiskan biaya pendidikan. Dana ini juga disalurkan ke sekolah swasta yang menjalin kerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.

Tapi Baktiono menegaskan, tidak semua sekolah swasta di Surabaya digratiskan sepenuhnya. Pemkot Surabaya hanya memberikan BOPDA kepada sekolah-sekolah swasta yang bersedia menandatangani perjanjian kerja sama (MOU) untuk menggratiskan SPP atau menurunkan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu.

“Kalau mau menerima BOPDA, mereka harus bertanggung jawab juga untuk membiayai yang gratis tadi. Sekolah-sekolah premium itu tidak mengambil BOPDA. Tapi kalau ada siswa tidak mampu, mereka harus digratiskan atas tanggung jawab sekolah atau yayasan,” jelasnya.

Hal ini, lanjut Baktiono, penting untuk diluruskan. Mengingat, masyarakat terkadang menyalahartikan putusan MK bahwa semua sekolah swasta akan otomatis gratis. Baktiono menyebut sekolah yang bersangkutan harus dilihat dulu, apakah menerima bantuan dari negara atau tidak.

“Kalau sekolah premium itu tidak menerima dana BOS atau BOPDA, maka tentu biaya tetap ada. Tapi masyarakat tidak mampu tetap bisa mendapatkan bantuan dengan mendaftar lewat jalur khusus seperti Mitra Warga,” katanya.

Untuk mengakomodasi siswa dari keluarga miskin, Pemkot Surabaya telah membuka jalur Mitra Warga yang kuotanya mencapai lima persen dari total daya tampung sekolah, baik negeri maupun swasta. Seluruh biaya pendidikan siswa jalur ini ditanggung oleh pemkot.

Adapun jalur Mitra Warga itu tidak melulu hanya membayar uang sekolah. Semua biaya personal seperti seragam, sepatu, tas, buku juga ditanggung jalur tersebut.

Ia menilai, skema pembiayaan seperti ini sudah sesuai dengan semangat konstitusi dan keputusan MK, bahkan lebih progresif dibandingkan daerah lain. Pemkot juga menjalin komunikasi dan pengawasan rutin kepada sekolah-sekolah penerima BOPDA agar benar-benar memberikan akses pendidikan secara adil.

Baktiono berharap pemerintah daerah di seluruh Indonesia bisa meniru komitmen dan langkah konkret yang sudah dilakukan Surabaya sejak lebih dari satu dekade. Ia juga mengingatkan bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara, bukan sekadar kewajiban yang dibebankan kepada masyarakat.

Pada kesempatan itu, Baktiono juga menyinggung peran Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang menurutnya masih lemah dalam menangani pembiayaan pendidikan tingkat SMA/SMK sejak pengalihan kewenangan pada tahun 2016.

Ia mengaku masih banyak menerima laporan adanya siswa SMA/SMK yang tidak mampu membayar SPP, bahkan hingga ijazahnya ditahan.

“Kita di DPRD Surabaya tidak bisa ikut campur terlalu jauh karena itu kewenangannya provinsi. Tapi kalau kita konsisten dengan undang-undang dasar dan undang-undang sistem pendidikan nasional dan juga tentang pembiayaan sekolah, sekolah itu bisa tidak bayar,” pungkasnya. (bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Surabaya
Minggu, 1 Juni 2025
28o
Kurs