
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap alasan di balik belum ditetapkannya Nadiem Anwar Makarim (NAM) mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berbasis Chromebook di Kemendikbudristek.
Abdul Qohar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) menegaskan bahwa meski Nadiem telah diperiksa pada Selasa (15/7/2025), penyidik belum memiliki cukup bukti untuk meningkatkan status hukumnya.
“Kenapa NAM (Nadiem Anwar Makarim) sudah diperiksa dari pagi sampai malam tapi belum ditetapkan sebagai tersangka? Karena penyidik menyimpulkan masih perlu pendalaman alat bukti,” ujar Qohar di Gedung Kejagung, Selasa (15/7/2025) malam.
Ia menjelaskan bahwa sesuai dengan ketentuan hukum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, penetapan tersangka harus didukung minimal dua alat bukti yang sah. Dalam kasus ini, penyidik masih dalam tahap pengumpulan dan pendalaman bukti-bukti tersebut.
“Proses pembuktian masih berjalan. Kami tidak bisa gegabah,” lanjutnya.
Qohar juga mengonfirmasi bahwa Nadiem disebut dalam sejumlah keterangan saksi, termasuk empat orang yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah rapat Zoom yang dipimpin oleh Nadiem, yang diduga berisi arahan untuk menggunakan sistem operasi Chrome OS, sebelum proses lelang dan pengadaan resmi dilakukan.
“Memang pernah ada rapat Zoom Meeting yang dipimpin oleh NAM, di mana dalam rapat itu disebutkan agar menggunakan Chrome OS. Padahal saat itu belum ada lelang atau proses pengadaan,” ungkap Qohar.
Namun, ia menekankan bahwa keterangan saksi saja tidak cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Dibutuhkan dukungan bukti lain seperti dokumen resmi, petunjuk yang relevan, serta keterangan ahli untuk memperkuat dugaan keterlibatan dalam tindak pidana korupsi.
“Kami tetap bekerja berdasarkan hukum dan alat bukti. Proses penyelidikan masih terus berjalan secara profesional dan proporsional,” tutupnya.
Sebelumnya, Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) Kejaksaan Agung menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019 hingga 2022. Kerugian negara yang ditimbulkan diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun.
Empat tersangka tersebut adalah SW (mantan Direktur Sekolah Dasar sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran), MUL (mantan Direktur SMP), JT (Staf Khusus Mendikbudristek), dan IBAM (Konsultan Teknologi di Kemendikbudristek). (faz/ipg))