Sabtu, 7 Juni 2025

Fadli Zon: Penulisan Sejarah Harus Bernuansa Positif, Bukan Memecah Belah Bangsa

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Fadli Zon Menteri Kebudayaan usai acara Ngopi Santai Menteri Kebudayaan Bersama Insan Musik di Gedung A, Kemendikdasmen dan Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Kamis (14/11/2024). Foto: Antara

Fadli Zon Menteri Kebudayaan menegaskan bahwa penulisan sejarah Indonesia harus memiliki nuansa positif agar memperkuat persatuan bangsa, bukan malah memecah-belah.

“Jadi, kita tentu tone-nya itu adalah dalam sejarah untuk mempersatukan kebenaran bangsa. Untuk apa kita menulis sejarah untuk memecah-belah bangsa,” ujar Fadli di Jakarta, Jumat (6/6/2025) dilansir Antara.

Menurut dia, jika penulisan sejarah dilakukan dengan semangat yang keliru, maka fungsinya menjadi tidak penting. Fadli menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “tone positif” adalah pendekatan yang tidak berfokus pada kesalahan masa lalu, melainkan menyoroti pencapaian dan peristiwa besar dalam perjalanan bangsa.

“Di masa-masa itu pasti ada kelebihan, ada kekurangan. Ini kan juga lebih banyak highlight ya, lebih banyak garis besar. Kita ingin menonjolkan pencapaian-pencapaian, prestasi-prestasi, prioritas-prioritas, dan juga peristiwa-peristiwa pada zaman (lampau) itu,” jelas Fadli.

Fadli juga menanggapi kekhawatiran sejumlah akademisi dan aktivis yang khawatir proyek penulisan sejarah akan menghasilkan satu narasi tunggal versi negara. Ia memastikan, proyek ini dikerjakan oleh sejarawan profesional dari berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia.

“Jadi, yang menulis bukan aktivis, bukan politikus. Yang menulis sejarawan. Sejarawan ini punya keahlian. Mereka doktornya di bidang itu, profesornya di bidang itu. Jadi, kita tidak perlu khawatir, pasti (mereka) punya kompetensi dalam menulis sejarah,” tegas Fadli.

Menurutnya justru berbahaya jika sejarah ditulis oleh pihak-pihak yang tidak memiliki keahlian akademik, seperti aktivis atau politikus, meskipun dalam negara demokrasi semua orang tetap bebas menulis sejarah dari perspektif masing-masing.

“Sejarah tidak bisa ditulis oleh politikus, apalagi yang resmi, atau semacam itu. Tidak bisa ditulis oleh misalnya (pihak lain non-sejarawan). Tetapi, kalau orang mau menulis sejarahnya sendiri-sendiri juga bebas, ini negeri demokrasi,” ujarnya.

Fadli menambahkan bahwa sejak awal menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, penulisan ulang sejarah Indonesia telah menjadi program prioritasnya. Pasalnya, lebih dari dua dekade tidak ada pembaruan komprehensif terhadap sejarah nasional.

“Jadi, sudah lebih dari 26 tahun kita tidak pernah menulis sejarah kita. Jadi, kalau ada yang baru, ya banyak yang baru, karena memang tidak pernah ditulis. Belum lagi, yang sifatnya penemuan-penemuan, updating. Contohnya, lukisan purba tertua di dunia itu sekarang ada di Indonesia. Itu tidak ada dalam sejarah kita,” jelas Fadli.

Ia juga menyebut temuan sejarah baru seperti bukti bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 Masehi atau abad ke-1 Hijriah, yang jauh lebih awal dibanding narasi umum bahwa Islam datang pada abad ke-13.

“Ini bisa meng-update sejarah kita yang selama ini mengatakan Islam masuk itu Abad Ke-13. Itu beda 600 tahun sendiri. Belum lagi dari sisi zaman perlawanan kita kalau ada Kolonial Belanda, kita ingin perspektifnya itu menekankan kepada sejarah perlawanan para pahlawan kita terhadap penjajah. Jadi, bukan hanya sekadar dikatakan kita dijajah 350 tahun, tetapi kita ingin ada justru ditonjolkan Indonesia-centric, perlawanan kita kepada kolonial, kepada penjajah,” ujar Fadli Zon. (ant/bil/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Surabaya
Sabtu, 7 Juni 2025
29o
Kurs