
Ketika gempa bumi dahsyat melanda wilayah tengah Myanmar pada Jumat (29/3/2025), Htet Min Oo tengah berwudu di sebuah masjid dekat rumahnya di Mandalay sebelum melaksanakan salat Jumat.
Gempa tersebut menyebabkan rumahnya runtuh bersama sebagian bangunan masjid. Separuh tubuhnya terjepit di bawah reruntuhan tembok yang juga mengubur dua bibinya. Warga sekitar segera berusaha menolong kedua bibinya, tapi hanya satu yang berhasil diselamatkan.
Htet Min Oo yang berusia 25 tahun, mengatakan bahwa dua pamannya dan neneknya juga tertimbun di bawah puing-puing beton. Tanpa alat berat yang tersedia, ia berusaha membersihkan reruntuhan dengan tangannya sendiri, tetapi upayanya tidak membuahkan hasil.
“Saya tidak tahu apakah mereka masih hidup di bawah sana. Setelah sekian lama, saya merasa harapan sudah tidak ada lagi,” ujarnya dilansir dari Reuters, Sabtu (29/3/2025).
“Terlalu banyak puing, dan tidak ada tim penyelamat yang datang menolong kami,” tambahnya.
Ratusan umat Muslim dikhawatirkan menjadi korban jiwa akibat gempa dangkal tersebut, yang terjadi saat para jemaah berkumpul di masjid untuk melaksanakan salat Jumat di bulan suci Ramadan.
Menurut Pemerintah Persatuan Nasional (NUG)—pemerintahan bayangan Myanmar—lebih dari 50 masjid mengalami kerusakan akibat gempa.
Seorang warga Mandalay berusia 39 tahun menceritakan momen menegangkan ketika ia berusaha menyelamatkan seorang pria yang terjebak di bawah reruntuhan masjid yang ambruk di Desa Sule Kone.
Namun, ia terpaksa menghentikan upayanya karena gempa susulan yang kuat.
“Saya harus meninggalkannya… Saya masuk kembali untuk mencoba menyelamatkannya,” katanya, enggan menyebutkan identitasnya.
“Saya berhasil menyelamatkan empat orang dengan tangan saya sendiri. Namun, tiga di antaranya sudah meninggal, dan satu orang meninggal di tangan saya,” tambahnya.
Menurutnya, sebanyak sepuluh orang meninggal dunia di lokasi tersebut. Mereka termasuk di antara 23 korban jiwa di tiga masjid yang hancur di desa itu.
Ia juga menyebutkan bahwa pembatasan pemerintah telah menghambat renovasi masjid-masjid tersebut.
Umat Muslim merupakan kelompok minoritas di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Mereka kerap menghadapi diskriminasi dari pemerintahan yang berkuasa.
Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada 2017 menyatakan bahwa pihak berwenang Myanmar selama puluhan tahun mempersulit umat Muslim dalam mendapatkan izin untuk memperbaiki atau membangun masjid baru.
Akibatnya, banyak masjid bersejarah mengalami kerusakan karena tidak mendapatkan perawatan rutin.
Selain masjid, bangunan-bangunan keagamaan Buddha juga mengalami kerusakan parah akibat gempa.
Pemerintah militer Myanmar melaporkan bahwa 670 biara dan 290 pagoda mengalami kerusakan. Namun, dalam laporannya, mereka tidak menyebutkan adanya kerusakan pada masjid.
Reuters tidak dapat secara independen mengakses masjid yang terdampak atau memverifikasi laporan tentang keruntuhan bangunan tersebut.
Sementara itu, seorang warga kota Taungnoo, sekitar 370 km dari pusat gempa, menceritakan bahwa ia sedang melaksanakan salat ketika salah satu sisi Masjid Kandaw ambruk, menimpa dua barisan jamaah di depannya.
“Saya melihat begitu banyak orang dievakuasi dari masjid, beberapa di antaranya meninggal tepat di depan mata saya,” ujarnya. “Pemandangan itu benar-benar memilukan.” (saf/faz)