Selasa, 30 September 2025

Guru Besar FEB Unair Sebut Surabaya Perlu Pembiayaan Alternatif untuk Percepat Pembangunan Infrastruktur

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Ilustrasi - Gemerlap wilayah pusat Kota Surabaya di kala malam. Foto: PLN

Fitri Ismiyanti Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) menyatakan, pembangunan infrastruktur di Kota Surabaya harus terus berjalan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap layanan publik yang lebih baik.

Namun, ia memahami bahwa keterbatasan fiskal daerah menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa Surabaya perlu menyiapkan skema pembiayaan alternatif agar pembangunan tidak terhambat, seperti lewat pinjaman daerah atau kolaborasi dengan pihak eksternal, dengan catatan semua dilakukan dengan perencanaan yang baik.

“Surabaya mungkin perlu rencana pembiayaan alternatif, bisa melalui pinjaman daerah ataupun strategi pembangunan lain. Hal ini agar proyek infrastruktur tetap berjalan di tengah tantangan fiskal yang ada,” katanya, Selasa (30/9/2025).

Ia menilai, keuangan Kota Surabaya sejauh ini relatif sehat, yakni dari sisi pengelolaan keuangan, nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) telah memenuhi syarat dari pemerintah pusat dengan DCSR jauh di atas batas minimal 2,5.

Dengan rasio tersebut, ia menilai bahwa Pemkot Surabaya memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban pengembalian pinjaman dan tetap dapat merealisasikan belanja daerah lainnya untuk kegiatan pembangunan di Kota Surabaya. Namun, ia mengingatkan agar terus ada pemantauan terhadap kemampuan membayar daerah sebagai pertimbangan utama.

“Kalau misalnya pinjam Rp100 miliar untuk sebuah program pembangunan, harus diproyeksikan dulu berapa lama tenor pinjaman, berapa bunga yang dibayar, dan dicek kemampuan APBD untuk membayarnya,” ucapnya.

“Yang penting, tata kelola keuangan harus transparan dan akuntabel. Masyarakat perlu diyakinkan bahwa dana pinjaman digunakan untuk sektor prioritas dan memberikan manfaat jangka panjang,” imbuhnya.

Terkait sejumlah program infrastruktur yang akan dibiayai dari pinjaman daerah, ia menekankan bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya soal fisik, tetapi juga instrumen strategis yang menopang pertumbuhan kota. Infrastruktur yang baik menurutnya, akan meningkatkan kualitas hidup, memperbaiki iklim investasi, serta mendukung pertumbuhan lapangan kerja.

Ia juga mengingatkan, pertumbuhan penduduk Surabaya menuntut hadirnya infrastruktur modern dan berkelanjutan, karena tanpa dukungan pembiayaan yang memadai, pemenuhan kebutuhan menurutnya akan sulit tercapai.

“Tidak ada salahnya menggunakan pembiayaan eksternal untuk infrastruktur sejauh beban keuangan bisa ditanggung. Justru semakin cepat infrastruktur dibangun, semakin cepat pula masyarakat menikmati manfaatnya. Yang terpenting, ada keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelayanan publik,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga membeberkan bahwa secara keseluruhan nilai Return on Investment of Infrastructure (ROII) dari proyek-proyek yang akan dibiayai dari pembiayaan alternatif mencapai 943 persen, sehingga menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa rencana itu layak secara ekonomi dan bisa menghasilkan dampak perekonomian yang lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan.

Arah pembangunan Surabaya saat ini, kata dia, sudah tepat karena menekankan pada konektivitas, efisiensi mobilitas, serta mitigasi risiko bencana. Ia mencontohkan, kebutuhan jalan baru dan pengendalian banjir menjadi prioritas utama yang harus segera diwujudkan.

Lebih lanjut, sejumlah proyek besar juga masuk dalam daftar pembangunan, mulai dari Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB), pelebaran jalan di beberapa titik, pembangunan Flyover Dolog, hingga saluran diversi Gunungsari. Selain itu, terdapat juga pemasangan lampu jalan, normalisasi saluran, serta pembangunan jalan baru untuk mempercepat sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru.

“Proyek-proyek itu membutuhkan dana besar, tapi dampaknya signifikan untuk masyarakat. Selain memperlancar konektivitas dan mobilitas, juga mampu menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan daya saing kota,” jelasnya.

Meski demikian, ia kembali mengingatkan bahwa manfaat ekonomi tidak bisa dirasakan secara langsung setelah pembangunan selesai. Hal tersebut menurutnya wajar, karena infrastruktur publik pada dasarnya dirancang untuk pelayanan masyarakat dengan periode balik modal (break even point) dari sisi manfaat ekonomi sekitar 7 tahun.

“Karena itu, strategi pembiayaan harus cermat agar kesinambungan pembangunan tetap terjaga,” pungkasnya. (ris/saf/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Selasa, 30 September 2025
28o
Kurs