Sabtu, 13 Desember 2025

Guru Besar Unair Kembangkan Aenose, Alat Pendeteksi Kesegaran Daging Berbasis AI

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Prof. Dr. Suryani Dyah Astuti, Guru Besar Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (Unair) yang mengembangkan Aenose, alat deteksi dini kesegaran bahan pangan berbasis AI. Foto: Unair

Prof. Dr. Suryani Dyah Astuti, Guru Besar Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (Unair) mengembangkan Aenose, alat deteksi dini kesegaran bahan pangan khususnya daging berbasis teknologi Electronic Nose (E-Nose).

Alat ini dilengkapi dengan sensor TGS dan sensor MQ yang dikembangkan khusus untuk mendeteksi pengawetan dan tingkat kesegaran bahan pangan.

Keunggulan utama Aenose terletak pada kemampuannya mengklasifikasikan tingkat kesegaran daging secara cepat, portabel, dan non-destruktif atau tidak merusak bahan.

“Sensor ini mampu mengklasifikasikan daging yang tidak segar maupun daging yang segar dengan akurasi yang sangat tinggi, yaitu 90 persen,” tulis Prof. Suryani dalam keterangannya yang diterima suarasurabaya.net, Sabtu (13/12/2025).

Cara kerja Aenose meniru indra penciuman manusia, namun dengan pendekatan yang lebih objektif. Sistem ini menggunakan sensor larik (sensor array) untuk mendeteksi berbagai jenis bau yang dihasilkan dari proses metabolisme daging maupun kontaminasi bakteri.

Bau tersebut kemudian dikonversi menjadi sinyal listrik dan dianalisis menggunakan komputasi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk menentukan status kesegaran daging secara presisi.

Adapun pengembangan Aenose itu berawal dari ketertarikannya terhadap keberhasilan E-Nose buatan Universitas Gadjah Mada (UGM), yang digunakan untuk deteksi dini Covid-19 saat pandemi kala itu.

“Kami tertarik untuk mengaplikasikan E-Nose atau Electronic Nose ini, yaitu Artificial Nose yang meniru cara hidung manusia bekerja, untuk digunakan dalam deteksi dini bahan pangan,” ujarnya.

Setelah melakukan benchmarking dengan Prof Drs Kuwat Triyana penemu E-Nose UGM, Prof. Suryani bersama mahasiswa pascasarjana Unair kemudian mengembangkan teknologi tersebut menjadi Aenose.

Dalam proses pengembangannya, Prof. Suryani mengakui adanya sejumlah tantangan, terutama terkait ketersediaan komponen elektronik dan sensor yang sebagian besar masih harus diimpor.

“Tantangan utama adalah ketersediaan bahan sehingga kami harus memutar otak untuk dapat mengganti dengan komponen lain yang sama dengan kualitas yang lebih baik,” tuturnya.

Meski demikian, upaya hilirisasi terus dilakukan. Saat ini, kata dia, pengembangan Aenose telah bekerja sama dengan mitra industri PT Sarandi Karya Nugraha, perusahaan yang bergerak di bidang alat kesehatan.

Selain Aenose, Prof. Suryani juga tengah mengembangkan berbagai inovasi lain, di antaranya Skinolaser untuk percepatan penyembuhan luka pascaoperasi yang kini memasuki tahap uji klinik, serta laser perikanan untuk mendukung budidaya ikan.

Prof. Suryani juga berpesan kepada dosen muda dan mahasiswa agar berani berinovasi dan konsisten dalam menekuni riset. Ia menekankan pentingnya menyusun roadmap penelitian yang jelas dan berangkat dari persoalan nyata di sekitar masyarakat.

Menurutnya, proses inovasi tidak lepas dari tantangan dan kegagalan. Namun dari sanalah pembelajaran dan penyempurnaan konsep terjadi.

Selain itu, penguasaan dasar teknis yang kuat, pembaruan pengetahuan teknologi, serta kolaborasi lintas disiplin dengan industri menjadi kunci percepatan inovasi.

“Generasi muda, utamanya Gen Z memiliki banyak sekali wawasan dan ide kreatif. Teruslah bermimpi, konsisten, tetaplah memiliki rasa ingin tahu dan semangat untuk memberi manfaat. Invensi yang baik bukan hanya inovatif, tetapi juga membawa dampak nyata bagi masyarakat,” pungkasnya. (bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Sabtu, 13 Desember 2025
32o
Kurs