Kamis, 16 Oktober 2025

Habiburokhman: Revisi KUHAP Mendesak untuk Lindungi Hak Pencari Keadilan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Habiburokhman Ketua Komisi III DPR RI. Foto: Antara

Komisi III DPR RI menekankan pentingnya penguatan hak-hak pencari keadilan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Habiburokhman Ketua Komisi III DPR RI dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/10/2025), mengungkapkan ada kebutuhan mendesak akan hadirnya sistem peradilan Indonesia yang lebih adil dan seimbang bagi pencari keadilan.

Menurutnya, KUHAP yang masih berjalan saat ini menempatkan warga negara dalam posisi yang lemah.

Dia mencontohkan, saat ini, ketika ada seorang warga negara bermasalah dengan hukum dan diperiksa pertama kali sebagai saksi, ketentuan yang ada mengatur bahwa yang bersangkutan belum bisa didampingi kuasa hukum.

“Dia baru bisa didampingi penasihat hukum atau kuasa hukum, setelah berstatus tersangka. Itu istilahnya, bisa jadi sudah babak belur dulu, sudah bikin pengakuan macam-macam, baru bisa didampingi kuasa hukum,” katanya seperti dilansir Antara.

Hal yang lebih parah, sambung Habiburokhman, adalah kewenangan kuasa hukum dalam situasi tersebut pun terbatas.

Dia menyebut, kuasa hukum hanya boleh duduk diam, mencatat, mendengarkan, bahkan dibatasi geraknya untuk melakukan pembelaan maupun berkomunikasi aktif dengan kliennya.

Padahal, KUHAP merupakan aturan yang mengatur relasi antara negara dengan warga negara yang sedang berhadapan dengan hukum.

Namun, selama ini relasi tersebut tidak berjalan seimbang. Negara memiliki kekuasaan yang sangat besar, sedangkan warga negara praktis tidak berdaya.

“Akibatnya, orang yang bermasalah dengan hukum, salah tidak salah, kemungkinan besar berakhir di penjara,” kata Habiburokhman.

Maka dari itu, revisi KUHAP diharapkan berfokus pada penguatan hak-hak tersangka dan saksi serta peningkatan peran advokat dalam proses hukum.

Ia menilai, pengawasan terhadap aparat penegak hukum tidak harus melalui pembentukan lembaga baru, melainkan melalui pemberdayaan warga negara dan advokat itu sendiri.

“Cara mengontrol negara bukan dengan menambah lembaga, tapi dengan memperkuat posisi warga negara dan kuasa hukum. Lewat mereka, kita bisa memastikan proses hukum berjalan transparan dan adil,” ucapnya. (ant/bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Kamis, 16 Oktober 2025
30o
Kurs