
Seorang hakim federal telah memerintahkan pemerintahan Donald Trump untuk memulihkan semua pekerjaan dan pendanaan untuk Voice of America (VOA) serta kantor berita lain yang didukung oleh Amerika Serikat.
Dilansir dari BBC pada Rabu (23/4/2025), putusan itu menyatakan bahwa upaya untuk membubarkan lembaga-lembaga tersebut melanggar hukum dan Konstitusi.
Lebih dari 1.300 karyawan VOA, termasuk sekitar 1.000 wartawan, diberhentikan sementara atas perintah Donald Trump.
Gedung Putih menuduh lembaga penyiaran itu bersikap “anti-Trump” dan “radikal.”
VOA, yang awalnya hanya merupakan layanan radio, didirikan pada masa Perang Dunia II untuk melawan propaganda Nazi, dan telah berkembang menjadi salah satu penyiar media global utama.
Putusan hakim mencatat bahwa akibat pemotongan tersebut, “untuk pertama kalinya dalam 80 tahun keberadaannya, VOA tidak dapat menyampaikan berita.”
“Pemerintah bertindak tanpa memperhatikan kerugian yang ditimbulkan pada karyawan, kontraktor, jurnalis, dan konsumen media di seluruh dunia,” terang Royce Lamberth hakim federal.
Lamberth kemudian memerintahkan pemerintahan untuk mengambil langkah-langkah guna mengembalikan karyawan dan kontraktor ke pekerjaan mereka yang sebelumnya, sesuai dengan perintah eksekutif, dan melakukan hal yang sama untuk Radio Free Asia dan Jaringan Penyiaran Timur Tengah (Middle East Broadcasting Network).
Dalam putusannya, hakim juga menyatakan bahwa pemerintahan Trump kemungkinan telah melanggar Undang-Undang Penyiaran Internasional dan kewenangan Kongres untuk memberikan dana kepada lembaga-lembaga tersebut.
“Saya dan rekan-rekan saya bersyukur atas putusan ini. Namun, kami tahu bahwa ini hanya langkah kecil karena pemerintah kemungkinan akan mengajukan banding,” sebut Patsy Widakuswara kepala biro VOA di Gedung Putih dan penggugat utama dalam gugatan ini.
“Kami berkomitmen untuk terus berjuang melawan upaya pembungkaman VOA yang melanggar hukum oleh pemerintah, hingga kami dapat kembali menjalankan mandat Kongres kami: menyampaikan kisah Amerika dengan pelaporan yang faktual, berimbang, dan komprehensif,” imbuhnya.
Trump telah lama mengkritik VOA sebagai bagian dari serangannya terhadap media. Trump sering kali menuduh media mainstream bersikap bias.
Setelah menjabat pada Januari lalu, Trump menunjuk sekutu politiknya, Kari Lake, untuk memimpin VOA. Lake sebelumnya mendukung klaim palsu Trump bahwa pemilihan umum 2020 telah dicuri darinya.
Pada bulan Maret, Trump memerintahkan Badan Media Global AS (USAGM), yang mengawasi VOA serta mendanai outlet seperti Radio Free Europe dan Radio Free Asia, untuk “mengurangi lembaga-lembaga tersebut semaksimal mungkin sesuai dengan hukum yang berlaku.”
Namun, seorang hakim di New York mengeluarkan perintah sementara untuk memblokir perintah eksekutif tersebut setelah sejumlah jurnalis, kelompok advokasi, dan serikat pekerja mengajukan gugatan, dengan alasan bahwa tindakan tersebut melanggar hukum.
Lamberth, yang berkedudukan di Washington, D.C., memutuskan bahwa pemerintahan Trump tidak memiliki kewenangan untuk menutup VOA, yang didanai oleh Kongres dan memiliki mandat legislatif untuk menyampaikan berita yang kredibel secara global.
“Sulit untuk membayangkan tindakan yang lebih sewenang-wenang dan tidak masuk akal daripada tindakan yang diambil oleh para terdakwa dalam kasus ini,” tulisnya.
Hingga saat ini, USAGM dan Gedung Putih belum memberikan komentar terkait keputusan ini. (saf/ipg)